ALKOHOL, FENOL, ALDEHID DAN KETON

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

PERCOBAAN V

ALKOHOL, FENOL, ALDEHID DAN KETON

UNLAM

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 1.7

ASISTEN : MUJAIYANAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2008

PERCOBAAN V

ALKOHOL, FENOL, ALDEHID DAN KETON

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah membandingkan keasaman alkohol dan fenol, membandingkan kecepatan reaksi antara alkohol primer; mempelajari pembuatan ester, mempelajari reaksi oksidasi aldehid dan keton.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Alkohol merupakan senyawa yang penting dalam kehidupan sehari-hari karena dapat digunakan sebagai zat pembunuh kuman, bahan bakar maupun pelarut. Dalam laboratorium dan industri alkohol digunakan sebagai pelarut dan reagensia. Alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-molekulnya maupun dengan air. Hal ini dapat mengakibatkan titik didih maupun kelarutan alkohol dalam air cukup tinggi. Selain dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, kelarutan alkohol juga dipengaruhi oleh panjang pendeknya gugus alkil, banyaknya cabang dan banyaknya gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon. Seperti air, alkohol adalah asam atau basa sangat lemah. Pada larutan encer dalam air, alkohol mempunyai pKa yang kira-kira sama dengan pKa air. Namun dalam keadaan murni keasaman alkohol jauh lebih lemah daripada air. Hal ini disebabkan karena alkohol mempunyai tetapan elektrik yang rendah. Fenol merupakan asam yang jauh lebih kuat daripada alkohol. Hal ini disebabkan karena anion yang dihasilkan oleh resonansi, dengan muatan negatif yang disebar (delokalisasi) oleh cincin aromatik (Suminar, 1990).

Alkohol dapat bereaksi dengan logam alkali (natrim dan kalium) menghasilkan alkoksida. Reaksi yang terjadi adalah reaksi redoks. Makin besar gugus alkali (R-), makin berkurang kareaktifannya.

Reaksinya adalah:

ROH + Na RONa + ½ H2

ROH + K ROK + ½ H2

Alkohol dengan asam karboksilat atau turunan asam karboksilat membentuk ester dan karboksilat, reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. Esterifikasi berkataliskan asam dan merupakan reaksi reversibel. Untuk memperoleh rendemen yang tinggi dari ester itu, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester. Hal ini dicapai dengan cara menggunakan salah satu zat pereaksi yang mudah secara berlebihan atau membuang salah satu produksi dari campuran reaksi. Reaksinya adalah:

O

O

R1 – C – OH + R2OH 1 – C – OR2 + H2O

Gugus OH pada fenol adalah pengarah orto- dan –para pada reaksi substitusi elektrofilik Br- pada posisi orto- dan –para. Reaksinya adalah:

OH

OH

Br

Br

+ 3 HBr

+ 3 Br2

Br

(Brady, 1986).

Menurut tempat terikatnya gugus –OH alkohol dapat dibagi dalam:

1. Alkohol primer, dimana alkohol mengikat gugus –OH pada atom C primer.

2. Alkohol sekunder, gugus – OH terikat pada atom C sekunder.

3. Alkohol tersier, gugus – OH terikat pada atom C tersier

CH3 CH3 H

CH3 – C – OH CH3 – C – OH CH3 – C – OH

CH3 H H

Alkohol tersier alkohol sekunder alkohol primer

Reaksi-reaksi yang terjadi dalam alkohol adalah sebagai berikut:

1. Reaksi subsitusi

Reaksi ini dapat terjadi dalam larutan asam sedangkan dalam keadaan netral tidak. Karena gugus pergi haruslah suatu basa yang cukup lemah, jika alkohol pada kondisi netral atau basa adalah suatu basa kuat. Ion yang terbentuk Ion yang terbentuk jika diprotonkan adalah ion oksonium (-OH2+) ini merupakan gugus pergi yang baik dalam asam.

2. Reaksi Eliminasi

Reaksi ini menghasilkan alkena.Karena melepaskan air maka reaksi ini disebut reaksi dehidrasi. Kondisi yang diharapkan dalam reaksi ini adalah asam sehingga hanya menggunakan asam kuat seperti H2SO4.

3. Reaksi Oksidasi

Reaksi ini digunakan untuk membedakan alkohol primer, tersier dan sekunder.

Alkohol primer aldehida asam

Alkohol sekunder keton

Alkohol tersier tak mungkin pada oksidasi kuat terjadi penguraian

1) Pengesteran

Pengesteran merupakan reaksi alkohol dengan asam (organik atau aromatik) menghasilkan suatu ester dan air.

Alkohol + Asam ester + H2O

reaksi dari ke kanan disebut pengesteran, ke kiri disebut hidrolisis.

Contoh:

O

1) C2H5OH + CH3COOH CH3–C + H2O

C–C2H5

Etil asetat

2) C2H5OH + HONO2 C2H5 – O – NO2 + H2O

Etil nitrat

Jadi reaksi ini adalah reaksi pembentukkan ester (Respati, 1987).

Gugus fungsi yang dimiliki oleh aldehid dan keton adalah karbonil. Yang membedakan antara aldehid dan keton adalah letak gugus karbonilnya. Pada aldehid gugus karbonil terletak di ujung, sedangkan pada keton gugus karbonil terletak di tengah. Posisi gugus karbonil ini menyebabkan kereaktifan aldehid lebih tinggi dibandingkan keton. Gugus aldehid akan dengan mudah dioksidasi menjadi gugus karboksilat dengan oksidator seperti KMnO4, pereaksi Tolens atau Fehling. Reaksi dengan KMnO4 adalah:

MnO4

O

O

R1 – C – H + R2OH 1 – C – OH

Reaksi yang juga spesifik bagi senyawa karbonil adalah reaksi Iodoform test. Reaksi ini spesifik bagi aldehid dan keton yang mempunyai gugus metil karbonil (CH3– CO-) atau suatu alkohol yang dapat dioksidasi manjadi suatu aldehid atau keton yang mkempunyai gugus metil karbonil. Pereaksi untuk melakukan uji Iodoform ini terdiri dari I2 dan NaOH (Pire, 1988).

Aldehid dan keton adalah dua senyawa yang mengandung gugus karbonil dengan atom oksigen berikatan rangkap (C=O) dengan karbon. Reaksi dari segi mekanisme sangat mirip sehingga

O O O

R – C R – C – R atau R – C – R’

H

aldehida keton

Aldehida dan keton adalah senyawa yang sangat penting beberapa diantaranya seperti aseton (CH3COCH3), metil keton (CH3COC2H5) dipakai dalam jumlah besar sebagai pelarut (Pire, 1988).

Ada beberapa perbedaan antara aldehid dan keton pada sifat dan struktur yang mempengaruhinya:

a. Aldehid sangat mudah untuk beroksidasi, sedangkan keton mengalami kesukaran dalam beroksidasi

b. Aldehid biasanya lebih reaktif dari keton, terhadap suau reagen yang sama. Hal ini disebabkan karena atom karbonil dari aldehid kurang dilindungi dibandingkan dengan keton, begitu pula aldehid lebih mudah dioksidasi dari keton

c. Aldehid kalau teroksidasi akan menghasilkan asam karboksilat dengan jumlah atom yang sama tetapi untuk keton tidak, dikarenakan pada keton sering mengalami pemutusan ikatan yang menghasilkan 2 ikatan asamkarboksilat dengan jumlah atom karbon dari keton mula-mula (akibat putusnya ikatan karbon), keton siklik menghasilkan asam karboksilat dengan jumlah atom karbon yang sama banyak.

Jadi perbedaan kereaktifan antara aldehid dan keton melalui oksidator dapat digunakan untuk membedakan kedua senyawa tersebut (Fessenden, 1992).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, kawat jarum, kapas, dan penangas air.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah 1-butanol, sikloheksanol, fenol, NaOH 10%, etanol, amil alkohol, metanol, H2SO4 pekat, Na-asetat padat, asam salisilat, KMnO4, KMnO4 encer, formalin, AgNO3, NH4OH, aseton, akuades.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Perbandingan Keasaman Alkohol dan Fenol

1. Disiapkan tiga buah tabung reaksi, dan diisi setiap tabung dengan komposisi berikut :

Diisi tabung I dengan 1 ml 1-butanol dan 2 ml NaOH 10 %.

Diisi tabung II dengan 1 ml sikloheksanol dan 2 ml NaOH 10 %.

Diisi tabung III dengan 1 ml fenol dan 2 ml NaOH 10 %.

2. Dikocok setiap tabung reaksi, diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

B. Pembuatan Ester

1. Disiapkan tiga buah tabung reaksi sebagai berikut:

Diisi tabung I dengan 1 ml etanol, 3 tetes H2SO4 pekat dan sedikit Na-asetat padat.

Diisi tabung II dengan 1 ml amil alkohol, 3 tetes H2SO4 pekat dan sedikit Na-asetat padat.

Diisi tabung III dengan 1 ml metanol, 3 tetes H2SO4 pekat dan sedikit asam salisilat.

2. Ditutup setiap tabung dengan kapas, kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 1 menit.

3. Setelah dingin, ditambahkan 1 ml air panas ke dalam setiap tabung dan dicium bau yang dihasilkan.

C. Oksidasi Aldehid dan Keton dengan KMnO4 Encer

1. Disiapkan tiga buah tabung reaksi, dan diisi setiap tabung reaksi dengan komposisi berikut:

Diisi tabung I dengan 3 tetes KMnO4 dan 1 ml formalin.

Diisi tabung II dengan 3 tetes KMnO4 dan 1 ml aseton.

Diisi tabung III dengan 3 tetes KMnO4 dan 1 ml asetaldehid.

2. Dikocok setiap tabung reaksi, diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

D. Oksidasi Aldehid dan Keton dengan Pereaksi Tollens

1. Disiapkan 2 buah tabung reksi. Diisi masing-masing dengan 0,5 ml larutan AgNO3.

2. Ditambahkan larutan NH4OH ke dalam setiap tabung perlahan-lahan hingga larutan jernih.

3. Ditambahkan 1 tetes formalin ke dalam tabung I, dan 1 tetes aseton ke dalam tabung II.

4. Dipanaskan kedua tabung pada penangas air, diamati perubahan yang terjadi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Membandingkan Keasaman Alkohol dan Fenol

Tabung

Komposisi

Hasil Pengamatan

I

1 ml 1-butanol

2 ml NaOH 10%

Ada gelembung dengan adanya 2 lapisan yang saling terpisah.

II

1 ml sikloheksanol

2 ml NaOH 10%

Ada gelembung dengan adanya 2 lapisan yang saling terpisah.

III

1 ml fenol

2 ml NaOH 10%

Tidak ada gelembung, tidak terbentuk 2 lapisan yang saling terpisah.

2. Pembuatan Ester

Tabung

Komposisi

Perlakuan

Hasil Pengamatan

I

1 ml etanol

3 tetes H2SO4 pekat

Sedikit Na-asetat padat

Dipanaskan

Bau menyengat

II

1 ml amil alkohol

3 tetes H2SO4 pekat

Sedikit Na-asetat padat

Dipanaskan

Bau menyengat, seperti balon tiup

III

1 ml metanol

3 tetes H2SO4 pekat

Sedikit Na-asetat padat

Dipanaskan

Tidak berbau

3. Reaksi Oksidasi Aldehid dan Keton Menggunakan KmnO4 encer

Tabung

Komposisi

Hasil Pengamatan

I

3 tetes KMnO4

1 ml formalin

Larutan berubah warna dari ungu tua menjadi coklat.

II

3 tetes KMnO4

1 ml aseton

Tidak terjadi perubahan warna, larutan tetap berwarna ungu.

III

3 tetes KMnO4

1 ml asetaldehid

Larutan berubah warna dari ungu tua menjadi coklat dan terbentuk endapan.

4. Reaksi Oksidasi Aldehid dan Keton Menggunakan Pereaksi Tollens

Tabung

Komposisi

Perlakuan

Hasil Pengamatan

I

Pereaksi tollens (AgNO3+NH4OH)

1 tetes formalin

Dipanaskan

Dari jernih kemudian membentuk dinding perak

II

Pereaksi tollens (AgNO3+NH4OH)

1 tetes aseton

Dipanaskan

Tetap dan tidak terjadi perubahan (tetap jernih).

B. Pembahasan

1. Membandingkan keasaman alkohol dan fenol.

Pada percobaan membandingkan keasaman alkohol dengan fenol adalah digunakan 3 buah tabung reaksi sebagai bahan perbandingan. Tabung pertama berisi larutan 1-butanol, tabung kedua dengan larutan sikloheksanol, dan tabung ketiga dengan larutan fenol. Kemudian menambahkan 2 ml NaOH 10% pada masing-masing tabung dan selanjutnya mengocoknya. Didapatkan hasil bahwa pada tabung reaksi pertama dan kedua larutan tidak larut. Hal ini disebabkan karena 1-butanol dan sikloheksanol mempunyai tetapan dielektrik rendah.

Reaksi antara larutan 1-butanol dengan NaOH:

CH3 – CH2 – CH2 – CH2 – OH + NaOH CH3 (CH2)3 Na + 2 OH

1-butanol 1- natrium butana

Reaksi antara sikloheksanol dengan NaOH adalah:

O Na+ + H2O

OH + NaOH

Tabung ketiga yang berisi larutan fenol dan larutan NaOH terjadi reaksi diantara kedua larutan tersebut, dengan reaksi sebagai berikut

O Na+ + H2O

OH + NaOH

Akibat adanya reaksi tersebut maka terjadi perubahan pada hasil pencampuran larutan tersebut yaitu larutan larut.

2. Pembuatan ester.

Pada percobaan ini disediakan 3 buah tabung reaksi sebagai bahan perbandingan. Tabung reaksi pertama diisi dengan larutan etanol dan tabung reaksi kedua diisi dengan larutan amil alkohol dan tabung yang ketiga diisi dengan metanol. Pada tabung pertama dan kedua dimasukkan Natrium asetat padat dan beberapa tetes H2SO4 pekat. Kemudian tabung reaksi dipanaskan dengan terlebih dahulu menutup tabung reaksi dengan kapas, hal ini dimaksudkan agar uap tidak keluar pada saat tabung reaksi dipanaskan. Pada saat dingin ke dalam tabung reaksi dimasukkan air panas. Reaksi yang terjadi pada tabung pertama larutan etanol adalah : O

CH3 – CH2 – OH + CH3COONa

CH3-CH2-Na + CH3-C + H2O

OH

Alkohol dengan asam karboksilat atau turunan asam karboksilat membentuk ester dan karboksilat, reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. Esterifikasi berkataliskan asam dan merupakan reaksi yang reversibel. Pada percobaan setelah dipanaskan menghasilkan bau yang khas yaitu berupa bau wangi-wangian dan bau yang menyerupai aroma buah-buahan. Pada tabung reaksi yang kedua menghasilkan bau yang beraroma pisang dengan larutan yang tidak bercampur. Hal ini terjadi karena amil alkohol mempunyai gugusan karbon yang lebih banyak dibandingkan dengan etanol.

3. Reaksi okidasi aldehid dan keton menggunakan KMnO4 encer.

Pada percobaan ini menggunakan KMnO­4 encer. Tabung pertama yang beriisi larutan formalin, tabung kedua larutan aseton. Kemudian masing-masing tabung dimasukkan KMnO4 dan diperoleh hasil percobaan sebagai berikut

O

Reaksi yang terjadi pada tabung pertama antara formalin dengan KMnO4 adalah:

KMnO4, (O)

H2O

CH3 – C – OH CH3 – C – OH

Dari pencampuran tersebut menghasilkan perubahan warna dari warna ungu menjadi coklat.

Reaksi yang terjadi pada tabung kedua antara larutan aseton dengan larutan KMnO4 adalah :

O

KMnO4

CH3CCH3 tidak bereaksi

Hasil pencampuran tersebut tidak mengubah warna larutan. Perubahan warna yang terjadi menandakan senyawa alkohol telah teroksidasi.

4. Reaksi oksidasi aldehid dan keton menggunakan pereaksi tollens

Gugus aldehid akan dengan mudah dioksidasi menjadi gugus karboksilat dengan oksidator seperti pereaksi Tolens atau Fehling. Dengan memasukkan larutan AgNO3 ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian menambahkan beberapa NH4OH sambil mengocok sampai larutan jernih, selanjutnya menambahkan 1 tetes formalin pada tabung pertama dan aseton pada tabung kedua. Tabung tersebut kemudian dipanaskan pada penangas air. Hasil dari reaksi tersebut pada tabung pertama setelah ditambahkan NaOH larutan menjadi bening, kemudian ditambahkan formalin dan dipanaskan maka larutan memberikan endapan cermin perak. Hal ini terjadi karena ion Ag+ yang ada pada reagensia Tollens direduksi menjadi logam Ag. Pada tabung kedua setelah ditambahkan larutan NaOH larutan pada tabung ini tidak terjadi apa-apa.

Reaksi pada larutan ini adalah:

O

O

NaOH

HC – H + Ag(NH3)2+ HCO + Ag

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Fenol merupakan asam yang jauh lebih kuat daripada alkohol. Karena fenol memiliki anion, dengan muatan negatif yang disebar oleh cincin aromatik.

2. Pembuatan ester, pada tabung reaksi II dihasilkan bau beraroma pisang dan larutan tidak bercampur. Karena amil alkohol memiliki gugusan karbon yang lebih banyak daripada etanol.

3. Aldehid dan keton mempunyai gugus fungsi karbonil. Aldehid gugus fungsi karbonilnya terletak di ujung, sedangkan keton gugus fungsi karbonilnya terletak di tengah.

4. Gugus fungsi karbonil pada aldehid yang terletak di ujung menyebabkan kereaktifannya lebih tinggi daripada keton. Sehingga aldehid mudah dioksidasi menjadi gugus karboksilat dengan pereaksi tollens yaitu AgNO3 dan NH4OH.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James. 1999 . Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara. Jakarta.

Fessenden dan Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Pire, Stanley. 1988. Kimia Organik 1. ITB. Bandung

Respati. 1987. Pengantar Kimia Organik Jilid 1.Aksara Baru. Jakarta

Suminar, Hart.1990. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga. Jakarta.

KIMIA KOLOID

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

PERCOBAAN IV

KIMIA KOLOID

UNLAM

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 1.7

ASISTEN : FITERIA KURNIASIH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2008

PERCOBAAN IV

KIMIA KOLOID

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah mempelajari sifat-sifat koloid.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Thomas Graham banyak mempelajari tentang kecepatan difusi (gerak) partikel materi sehingga ia dapat merumuskan hukum tentang difusi. Dari pengamatannya, ternyata gerakan partikel zat dalam larutan ada yang cepat dan lambat. Umumnya yang berdifusi cepat adalah zat yang berupa kristal sehingga disebut kristaloid, contoh nya NaCl dalam air. Akan tetapi istilah ini tidak popular karena ada zat yang bukan kristal berdifusi cepat contohnya NaCl dalam H2SO4 yang lambat berdifusi disebabkan oleh partikelnya mempunyai daya tarik (perekat) satu sama lain, contohnya putih telur dalam air. Zat seperti ini disebut koloid (Yunani = Cola = perekat) (Respati, 1992).

Menurut Graham, kecepatan difusi bergantung pada massa partikel, makin besar massa makin kecil kecepatannya. Massa ada hubungaannya dengan ukuran partikel yang massanya besar akan besar pula ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel, campuran dapt dibagi menjadi tiga golongan yaitu larutan sejati, koloid, dan suspensi kasar. Sebenarnya cukup sulit membedakan ketiga jenis campuran itu, kecuali dilihat dari ukuran (jari-jari) partikelnya.

Partikel larutan : 0,1 -1mµ

Partikel koloid : 1-100 mµ

Partikel suspensi kasar : 100 mµ

Karena ukuran partikel sangat kecil, maka koloid tidak dapat disaring dengan kertas saring biasa dan poselin, tetapi dapat dengan filter ultra atau koloid karena pori-porinya lebih kecil (Respati, 1992).

Ada dua cara terbentuknya partikel koloid. Pertama dari senyawa bermolekul besar, yaitu satu molekul menjadi satu partikel koloid, contohnya protein dan plastik. Kedua, satu partikel koloid terbentuk dari gabungan (agregat) banyak partikel. Partikel yang bergabung ini mungkin dalam bentuk molekul, ion atau atom (Syukri, 1999).

Dari segi bantuknya, partikel koloid dapat berupa lembaran (laminar), serat (fabliar), dan butiran (korpuskular). Bentuk ini ditentukan oleh jenis dan cara terbentuknya koloid. Untuk materi dalam bentuk butiran diameter menunjukkan ukuran partikel. Untuk partikel laminar (lembaran) dan serat (febliar), panjang dan lebar maupun tebalnya. Semuanya diperlukan untuk menyatakan ukuran partikel (Keenan, 1984).

Koloid juga dapat berubah menjadi tidak koloid dan sebaliknya. Berdasarkan perubahan ini, ada koloid reversibel dan koloid ireversibel. Koloid reversibel adalah suatu koloid yang dapat berubah jadi tidak koloid, dan kemudian menjadi koloid kembali. Contohnya air susu. Sedangkan koloid ireversibel yaitu koloid yang setelah berubah menjadi tak koloid dan tidak dapat menjadi koloid kembali. Contohnya sol emas (Syukri, 1999).

Suatu koloid selalu mengandung dua fasa yang berbeda, mungkin berupa gas, cair atau padat. Pengertian fasa disini tidak sama dengan wujud, karena ada wujud sama seperti fasanya yang berbeda. Oleh sebab itu, suatu koloid selalu mempunyai fasa terdispersi dan fasa pendispersi. Fasa terdispersi mirip dengan zat terlarut, dan fasa pendispersi mirip dengan pelarut pada suatu larutan. Berdasarkan fasa terdispersi dan fasa pendispersinya koloid disebut juga dispersi koloid yang dapat dibagi atas delapan jenis. (Syukri, 1999).

Fasa terdispersi

Fasa pendispersi

Nama

Contoh

Gas

Cair

Buih

Busa sabun

Gas

Padat

Busa

Batu apung

Cair

Gas

Aerosol cair

Kabut

Cair

Cair

Emulsi

Susu

Cair

Padat

Emulsi padat

Mentega

Padat

Gas

Aerosol padat

Asap, debu

Padat

Cair

Sol

Cat

Padat

Padat

Sol padat

Kaca

Koloid adalah suatu campuran sehingga sifatnya ada yang sama dan ada yang berbeda dengan larutan. Sifat khusus koloid timbul akibat partikelnya yang lebih besar dari pada partikel larutan. Sifat itu antara lain:

– Sifat koligatif

Sifat koligatif berguna untuk menghitung jumlah mol atau konsentrasi partikel koloid. Sifat ini bergantung pada jumlah partikel koloid, buka pada jenisnya. Sifat ini memberi mamfaat bagi organisme, kontair sel mengandung partikel koloid sehingga mempunyai tekanan osmotik. Akibat air tertarik ke dalam sel bertahan di dalamnya.

– Sifat Optik

Ukuran partikel koloid agak besar, maka cahanya yang melewatinya akan dipantulkan. Arah pantulan itu tidak teratur karena partikel tersebar secara acak sehingga pantulan cahaya itu berhamburan kesegala arah, yang disebut efek tyndall.

– Sifat Kinetik

Sebagai partikel yang bebas dalam mediumnya, partikel koloid selalu bergerak ke segala arah. Gerakkannya selalu lurus akan patah bila bertabrakkan dengan partikel yang lain. Gerakan ini disebut gerakan Brown.

– Sifat absorpsi

Partikel-partikel koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar bila dibandingkan dengan partikel dari larutan kasar dengan massa yang sama. Atas dasar ini larutan koloid mempunyai daya absorpsi yang besar.

– Sifat listrik

Partikel koloid mempunyai muatan listrik akibat penyerapan ion-ion dalam larutan. Muatan ini dapat positif dan negatif.

– Koagulasi

Koloid bila dibiarkan dalam waktu tertentu akan terpengaruh oleh gaya gravitasi, sehingga partikelnya turun perlahan ke dasar bejana yang disebut koagulasi, atau penggumpalan. Waktu koagulasi koloid bervariasi antara yang satu dengan yang lain. Koagulasi spontan umumnya lambat dan dapat dipercepat dengan alat sentrifugal ultra. Alat ini akan memutar koloid dengan kecepatan tinggi sehingga partikel didorong ke dasar tabung reaksi (Keenan, 1984).

Koloid yang mengandung zat lain dapat dimurnikan dengan cara dialisis, elektroosmosis, dan elektroforesis. Suatu koloid dapat digumpalkan dengan cara elektroforesis pemanasan, dan penambahan elektrolit. Koloid dapat distabilkan dengan menambahkan ion tertentu, dengan cara dialisis, dan penambahan emulgator. Kegunaan koloid antara lain mengatasi polusi udara, penggumpalan lateks, cuci darah, pemurnian air dan dalam pembuatan obat serta makanan (Syukri, 1999).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah lampu senter, kertas saring, tabung sentrifugasi, gelas ukur, sudip, batang pengaduk, neraca analitik, erlenmeyer, dan gelas beker.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah NaCl, akuades, susu cair (susu sapi murni), HCl pekat, dan tawas.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Disiapkan 10 gram garam dapur, dilarutkan dalam 100 mL akuades. Larutan ini disebut campuran A.

2. Disiapkan 100 ml susu cair (susu sapi murni). Larutan ini disebut campuran B.

3. Dilakukan penyinaran dengan lampu senter terhadap A. Diamati jalannya sinar. Lakukan hal yang sama untuk campuran B.

4. Diambil 20 ml campuran A dan B, dilakukan penyaringan terhadap masing-masing campuran secara terpisah dengan menggunakan kertas saring biasa. Diamati filtrat yang diperoleh dari masing-masing campuran.

5. Disiapkan dua buah tabung sentrifugasi. Tabung pertama diisi dengan campuran A dan tabung kedua dengan campuran B hingga tabung terisi dua pertiganya. Dilakukan sentrifugasi pada kedua tabung selama 15 menit pada kecepatan 2000-3000 rpm. Diamati apakah ada perubahan yang terjadi pada setiap tabung.

6. Diukur pH campuran A dan B. Diturunkan pH dari masing-masing campuran sebanyak 2 satuan dengan cara menambah HCl pekat. Diamati apakah ada perubahan yang terjadi.

7. Diambil 20 ml campuran A dan B, ditempatkan dalam gelas beker terpisah. Ditambahkan 1-2 gram tawas dalam setiap campuran, dan didiamkan selama 20 menit. Diamati apakah ada perubahan yang terjadi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

1. Hasil

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Disiapkan garam dapur, lalu dilarutkan dalam 100 ml akuades

m = 10 gram

Larutan A

Disiapkan susu cair.

m = 100 ml

Larutan B

Dilalukan penyinaran terhadap:

-Campuran A

-Campuran B

Tembus cahaya

Tidak tembus cahaya

Diambil sebanyak 20 ml, lalu masing-masing campuran disaring.

Campuran A

Jernih dan tidak terdapat endapan.

Campuran B

Lebih jernih dan tidak terdapat endapan.

Dimasukkan masing-masing campuran ke dalam tabung sentrifugasi hingga dua pertiganya, kemudian dilakukan sentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 2000-3000 rpm.

Campuran A

Tidak ada perubahan.

Campuran B

Membeku dan terdapat endapan.

Diukur pH masing-masing campuran A dan B, kemudian diturunkan pH masing-masing sebanyak 2 satuan dengan menambahkan HCl pekat.

Campuran A

pH awal = 5,49

pH setelah ditambah 4 tetes HCl = 3,83

Campuran B

pH awal = 5,53

pH setelah ditambah 4 tetes HCl = 3,44

Dimasukkan campuran A dan B dalam gelas beker sebanyak 20 mL, kemudian ditambahkan tawas sebanyak 1-2 gram, dan didiamkan selama 20 menit.

Campuran A

Keruh dan tidak terdapat endapan.

Campuran B

Koogulasi (menggumpal) dan terdapat endapan.

B. Pembahasan

Pada percobaan kimia koloid ini praktikan diharapkan dapat mengetahui sifat-sifat koloid. Pertama-tama praktikan harus membuat campuran A, yaitu dengan mencampurkan 10 gram NaCl dengan 100 ml akuades. Yang kedua membuat campuran B yang terbuat dari 100 ml susu cair.

Langkah pertama yang ditempuh pada percobaan ini adalah dengan menyinari kedua campuran tersebut dengan senter. Pada campuran A dapat ditembus cahaya lampu senter, karena sinar diteruskan atau tidak diserap. Sedangkan pada campuran B tidak dapat ditembus cahaya, karena sinar tidak diteruskan atau diserap.

Langkah yang kedua menyaring campuran A dan B. Data yang dapat diambil dari langkah yang kedua ini adalah pada larutan A tidak terdapat endapan dan berwarna jernih daripada sebelum dilakukan penyaringan. Sedangkan pada campuran B tidak terdapat endapan dan cairannya lebih jernih.

Langkah ketiga dengan memasukkan campuran A dan B ke dalam tabung hingga dua pertiga dari tabung tersebut. Dan kemudian melakukan sentrifugasi pada kedua tabung tersebut selama 15 menit dengan kecepatan 2000-3000 rpm. Hasil yang diperoleh dari langkah ini adalah pada campuran A tidak ada perubahan sehingga menyebabkan tidak terdapat agregat (endapan). Sedangkan pada campuran B membeku sehingga menyebabkan terdapat agregat.

Langkah keempat dengan menambahkan HCl pekat sebanyak 4 tetes pada campuran A untuk menurunkan pH. Dan diperoleh pH awalnya adalah sebesar 5,49 sedangkan untuk pH akhirnya sebesar 3,83. Pada campuran A ini pHnya turun hingga 2 satuan, warnanya bening. Untuk campuran B ditambahkan HCl pekat sebanyak 4 tetes, dengan pH awalnya 5,53 dan pH akhirnya 3,44. Pada campuran B ini pHnya turun sebesar 2 satuan, campuran ini mengalami koagulasi (menggumpal).

Langkah kelima dengan menambahkan tawas sebanyak 2 gram ke dalam 20 ml campuran A dan B selama 20 menit. Untuk campuran A keruh dan tidak terdapat endapan.(tidak terbentuk agregat). Sedangkan pada campuran B terjadi koogulasi (menggumpal) dan terdapat endapan (terbentuk agregat). Dari beberapa langkah di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada larutan A itu mempunyai sifat-sifat larutan, sedangkan pada campuran B itu memiliki sifat-sifat koloid.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Sifat kolid yang tidak tembus cahaya yaitu dapat dilihat dari penyinaran kedua campuran A dan B dengan lampu senter.

2. Campuran dapat dikatakan bersifat koloid apabila dilakukan penyaringan maka akan terdapat endapan dan campurannya lebih pekat.

3. Sifat koloid yang lain adalah terdapat agregat ketika campuran tersebut disentrifugasi. Akan terbentuk agregat ketika ditambahkan tawas.

4. Ketika ditambahkan HCl pekat maka akan terjadi koagulasi atau penggumpalan.

DAFTAR PUSTAKA

Keenan, dkk. 1984. Kimia Untuk Universitas. Erlangga: Jakarta

Respati. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Kimia. Rienika Cipta: Jakarta.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB: Bandung.

TITRASI REDOKS

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

PERCOBAAN III

TITRASI REDOKS

UNLAM

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 1.7

ASISTEN : FITERIA KURNIASIH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2008

PERCOBAAN III

TITRASI REDOKS

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah menentukan konsentrasi kafein dalam sampel teh.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-masing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing (Syukri, 1999).

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

Ared + Boks Aoks + Bred

Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:

Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)

Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu.

Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad, 2001).

Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam dioksidasi dengan reaksi berikut :

Fe Fe2+ + 2e

Dan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu :

½ O2 + H2O + 2e 2OH

Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan, seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg). Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi (pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal sebagai sistem redoks (Vogel, 1985).

Kafein merupakan alkaloid dengan penamaan kimia 1, 3,7-trimetil xanthina. Dalam aktivitasnya secara faal, kafein berfungsi sebagai stimulat/perangsang. Kadar kafein dalam daun teh labih besar daripada di dalam biji kopi. Kadar kafein di dalam teh adalah sebesar 2-4%, sedangkan di dalam biji kopi hanya mencapai 0,5% (Vogel, 1985).

Kafein terdapat pada teh, kopi, kola, mente dan coklat. Selain itu kafein juga dapat diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada di dalam kopi. Kadar kafein di dalam teh 2-4%, sedangkan di dalam kopi hanya 0,5%. Kafein dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafein dapat diukur dengan larutan Iodium. Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih, kelebihan iodium di analisa dengan titrasi redoks, yaitu penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi reduksi dan oksidasi (Syukri, 1999).

Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor untuk terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)

I2 + 2e 2I

2S2O32- S4O62- + 2e

I2 + 2S2O32- 2I + S4O62-

Untuk mengetahui kadar kafein, maka terlebih dahulu teh diekstraksi dengan alkohol. Kemudian larutan yang mengandung kafein ini ditambahkan larutan iodium yang telah diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi di titrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3), sehingga iodium yang teradisi oleh kafein dapat dihitung.

Rumus bangun 1,1,7-trimetil-xanthena

N

N

N

O

N

O

Kristal natrium thiosulfat dengan rumus kimianya Na2S2O3.5H2O, meskipun garam natrium thiosulfat mudah dperoleh dalam keadaan murni, tetapi oleh karena kandungan air krisatalnya tidak dapat diketahui dengan tepat sehingga larutannya tidak dapat digunakan sebagai larutan standar primer, artinya untuk menjadi larutan standar, larutan natrium thiosulfat harus distandarisasikan dahulu menggunakan larutan standar lain (primer) seperti K2Cr2O7, KIO3, Cu dan lain-lain. Penggunaan pelarut air yang tentunya masih mengandung CO2 yang dapat bebas, meskipun penguraiannya sangat lambat. Disamping hal tersebut, terjadinya penguraian juga disebabkan karena keaktifan bakteri Thiobacillus Thioparus (Arsyad, 2001).

Kalium dikromat merupakan pereaksi oksidasi yang cukup kuat, potensial standar dari reaksi :

Cr2O7 + 14 H+ + 6 e- 2Cr2- + 7 H2O

Akan tetapi ia tak sekuat permanganat atau ion Serium (IV). Keuntungannya adalah tidak mahal, sangat labil dalam larutan, dan dapat diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk pembuatan larutan standar dengan menimbang langsung. Sering digunakan sebagai larutan standar primer untuk larutan natrium thiosulfat (Irfan, 1986).

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor (Karyadi, 1994).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu takar 100 mL, erlenmeyer, timbangan, gelas beker, kertas saring, corong, batang pengaduk, dan buret..

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah K2Cr2O7, HCl pekat, larutan Kl 1 N, larutan amilum, larutan Na2S2O3 0,1 N, teh sepeda balap, akuades, alkohol, H2SO4 10%, larutan iodium 0,1 N, dan indikator kanji.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat

1. Dimasukkan 25 mL larutan K2Cr2O7 dalam labu takar 100 mL, kemudian encerkan sampai batas.

2. Dipindahkan seluruh larutan dalam Erlenmeyer, ditambahkan 6 mL HCl pekat.

3. Ditambahkan 30 mL larutan KI 1 N, dikocok hingga homogen.

4. Ditambahkan larutan amilum, kemudian larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N yang ingin distandarisasi hingga warna larutan berubah menjadi hijau.

B. Analisis Kadar Kafein dalam Teh

· Preparasi Sampel Teh

1. Ditimbang 25 gram teh kering, dimasukkan dalam gelas beker.

2. Ditambahkan 100 mL akuades, kemudian didihkan larutan sampai 30 menit sambil diaduk sesekali. Angkat, lalu disaring.

3. Diuapkan filtrat yang diperoleh hingga volumenya berkurang menjadi sekitar 20 mL, diangkat dan didinginkan filtrat.

· Analisis Kadar Kafein dalam Teh

1. Dimasukkan filtrat teh hasil preparasi dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen.

2. Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan 20 mL larutan iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan sampai batas, kemudian kocok larutan sampai homogen.

3. Diambil 20 mL larutan, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji.

4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang. Titrasi dilakuakn sebanyak 3 kali pengulangan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

1. Hasil

a. standarisasi larutan natrium tiosulfat

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Dimasukkan 25 mL larutan K2Cr2O7 dalam labu takar, diemcerkan sampai tanda batas

V K2Cr2O7 mula-mula = 25 mL

V K2Cr2O7 stlh diencerkan = 100 mL

Seluruh larutan dipindahkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 6 mL HCl pekat

_

Ditambahkan 30 mL larutan KI 1 N, kocok hingga homegen, dititrasi

Larutan berwarna coklat tua

Ditambahkan larutan amilum, titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N yang ingin distandarisasi hingga larutan berwarna hijau

V = 39,45 ml

b. analisis kadar kafein dalam teh sepeda balap

· preparasi sampel teh

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Ditimbang teh kering

Dimasukkan dalam gelas beker

m = 2,5 gram

Ditambahkan akuades 100 mL, didihkan selama 30 menit. Diangkat lalu disaring

_

Filtrat diuapkan hingga volumenya berkurang menjadi 20 mL, diangkat lalu dinginkan.

_

· analisis kadar kafein dalam teh

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Filtrat teh hasil preparasi dimasukkan dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen

_

Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan larutan iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan sampai batas kemudian kocok samapai homogen

_

20 mL larutan diambil, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji

_

Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang

Vrata-rata campuran = 20 mL

Vrata-rata Na2S2O7 = 4,95 mL

2. Perhitungan

a. standarisasi larutan Na2S2O3

Diketahui : Konsentrasi Cr2O7 = N label x Volume sebelumpengenceran

Volume sesudah pengenceran

= 0,1 N x 25 ml/ 100 ml = 0,025 N

Volume Cr2O7 sebelum pengenceran = 25 ml

Volume Cr2O7 sesudah pengenceran = 100 ml

Volume S2O3 = 39,45 ml

Ditanya : Konsentrasi S2O32- (N) = …..

Jawab : (i) Cr2O72- + 6I + 14H+ 2 Cr3+ + 7H2O + 3I2

Pada titik ekivalen, grek Cr2O72- = grek I2

(ii) I2 + 2S2O32- 2I+ S4O62-

Pada titik ekivalen, grek S2O32- = grek I2

I2 yang bereaksi pada reaksi (ii) = I2 yang dihasilkan pada reaksi (i) sehingga grek S2O32- = grek Cr2O72-

(N.V) x S2O32- = (N.V) x Cr2O72-

N S2O32- = (N.V) x Cr2O72-

V S2O32-

N S2O32- = 0,025 N x 100 ml

39,45 ml

= 0,063 N

b. Analisis kadar kafein dalam teh sepeda balap

Diketahui : Konsentrasi S2O32- = 0,063 N

Volume S2O32- = 4,95 ml

Konsentrasi I2 = 0,1 N

Volume I2 = 20 ml

Mr Kafein = 194 mgram/mmol

V awal = 20 ml

V pengenceran = 100 ml

Ditanya : Kadar Kafein = …..

Jawab : (i) kafein + I2 = senyawa reaksi hasil adisi

(ii) 2Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6

grek kafein + grek Na2S2O3 = grek I2

grek kafein = grek I2 – grek Na2S2O3

massa kafein = (grek kafein/ 2 ) x Mr kafein x faktor pengenceran

= (N . V ) I2 – ( N . V ) S2O32- x Mr x V sesudah

2 V sebelum

= (0,1 N x 20 ml) – (0,063 N x 4, 95 ml) x 194 x 100/20

= 1637,51 mgram

= 1, 637 gram.

Kadar kafein = massa kafein x 100%

massa mula-mula

= 1,637 x 100% = 65,48%

2,5

B. Pembahasan

Pada standarisasi natrium thiosulfat, yang dilakukan adalah mengencerkan 25 ml larutan K2Cr2O7, 6 ml HCl dan 30 ml KI serta iodium yang dibebaskan melalui titrasi dengan natrium thiosulfat dengan menggunakan indikator amilum. Penggunaan larutan standar yang mengandung kalium iodida dan kalium iodat karena larutan ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam

IO3 + 5I 3I2 + 3H2O

Untuk volume titrasi yang dihasilkan pada proses standarisasi ini yaitu berubahnya warna dari coklat tua menjadi kuning muda, dan setelah ditambahkan amilum dan kemudian dititrasi kembali maka perubahan warna yang terjadi adalah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi thiosulfat ini dilakukan agar larutan natrium thiosulfat menjadi larutan standar primer dan hal ini juga diperlukan agar kita dapat mengetahui konsentrasi larutan natrium thiosulfat tersebut yaitu sebesar 0,063 N.

Pada analisa kadar kafein dalam teh, alkohol yang digunakan dalam percobaan berguna untuk memisahkan senyawa organik dengan zat organik yang terkandung dalam teh, karena dalam teh tidak hanya mengandung teh tetapi juga mengandung zat-zat lain seperti minyak oli yang merupakan pewangi teh. Penambahan asam sulfat membuat reaksi berada dalam suasana agar reaksi yang terjadi, karena kepekatan lebih besar dalam larutan asam daripada dalam larutan netral dan lebih basa dengan adanya ion iodium yang ditambah dan kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi.

Penggunaan natrium thiosulfat sebagai larutan yang akan terurai dalam larutan belerang sebagai endapan. Akan tetapi reaksinya berlangsung lambat dan tidak terjadi apabila thiosulfat dititrasi dengan larutan berasam. Pada iodium jika larutannya tidak diaduk maka reaksi antara iodium dengan thiosulfat jauh lebih cepat dari pada penguraian. Iodium mengoksidasi thiosulfat menjadi ion tetraionat reaksinya

I2 + 2S2O32- 2I + S4O62-

Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai berikut:

I2 + amilum I2amilum.

Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah:

I2 + 2S2O32- 2I + S4O62-

Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat dan teh karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga amilum atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium thiosulfat. Dari perhitungan diperoleh massa kafein sebesar 1,637 gram, sehingga konsentrasi kafein pada proses titrasi dengan menggunakan sampel teh sepeda balap adalah 65,48%.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Normalitas larutan standar S2O32- sebesar 0,063 N.

2. Massa kafein yang terkandung dalam teh sepeda balap adalah sebesar 1,637 gr.

3. Kadar kafein pada teh sepeda balap sebesar 65,48%.

4. Standarisasi digunakan untuk mengetahui konsentrasi atau normalitas dari suatu larutan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Irfan, Anshary. 1986. Penuntun Pelajaran Kimia. Ganeca Exact, Bandung.

Karyadi, Benny. 1994. Kimia 2. Balai Pustaka, Jakarta.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung.

Vogel,1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka, Jakarta.

KINETIKA KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

PERCOBAAN II

KINETIKA KIMIA

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 1.7

ASISTEN : FITRI HADY AMRULLAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2008

PERCOBAAN II

KINETIKA KIMIA

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah mempelajari pengaruh konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi, mempelajari pengaruh temperatur terhadap laju reaksi, dan menentukan orde reaksi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi. Proses itu ada yang lambat dan ada yang cepat. Contohnya bensin terbakar lebih cepat dibandingkan dengan minyak tanah. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat, seperti membakar dinamit yang menghasilkan ledakan, dan yang sangat lambat adalah seperti proses berkaratnya besi. Pembahasan tentang kecepatan (laju) reaksi disebut kinetika kimia. Dalam kinetika kimia ini dikemukakan cara menentukan laju reaksi dan faktor apa yang mempengaruhinya (Syukri,1999).

Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang membahas tentang laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Laju (kecepatan) reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap satuan waktu. Laju rekasi suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dengan persamaan laju reaksi. Untuk reaksi berikut:

A + B AB

Persamaan laju reaksi secara umum ditulis sebagai berikut:

R = k [A]m [B]n

K sebagai konstanta laju reaksi, m dan n orde parsial masing-masing pereaksi (Petrucci, 1987).

Pengetahuan tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi berguna dalam mengontrol kecepatan reaksi berlangsung cepat, seperti pembuatan amoniak dari nitrogen dan hidrogen, atau dalam pabrik menghasilkan zat tertentu. Akan tetapi kadangkala kita ingin memperlambat laju reaksi, seperti mengatasi berkaratnya besi, memperlambat pembusukan makanan oleh bakteri, dan sebagainya (Syukri, 1999).

Besarnya laju reaksi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

a. Sifat dan ukuran pereaksi. Semakin reaktif dari sifat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah atau reaksi berlangsung semakin cepat. Semakin luas permukaan zat pereaksi laju reaksi akan semakin bertambah, hal ini dapat dijelaskan dengan semakin luas permukaan zat yang bereaksi maka daerah interaksi zat pereaksi semakin luas juga. Permukaan zat pereaksi dapat diperluas dengan memperkecil ukuran pereaksi. Jadi untuk meningkatkan laju reaksi, pada zat pereaksi dalam bentuk serbuk lebih baik bila dibandingkan dalam bentuk bongkahan (Petrucci, 1987).

b. Konsentrasi. Dari persamaan umum laju reaksi, besarnya laju reaksi sebanding dengan konsentrasi pereaksi. Jika natrium tiosulfat dicampur dengan asam kuat encer maka akan timbul endapan putih. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Na2S2O3 + 2H+ 2Na+ + H2S2O3 (cepat)

H2S2O3 H2SO3 + S (lambat)

Na2S2O3 + 2H+ 2Na+ + H2S2O3 + S

Reaksi ini terdiri dari dua buah reaksi yang konsekutif (sambung menyambung). Pada reaksi demikian, reaksi yang berlangsung lambat menentukan laju reaksi keseluruhan. Dalam hal ini reaksi yang paling lambat ialah penguraian H2S2O3 (Petrucci, 1987).

Berhasil atau gagalnya suatu proses komersial untuk menghasilkan suatu senyawa sering tergantung pada penggunaan katalis yang cocok. Selang suhu dan tekanan yang dapat digunakan dalam proses industri tidak mungkin berlangsung dalam reaksi biokimia. Tersedianya katalis yang cocok untuk reaksi-reaksi ini mutlak bagi makhluk hidup (Hiskia, 1992).

c. Suhu Reaksi. Hampir semua reaksi menjadi lebih cepat bila suhu dinaikkan karena kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi. Akibatnya jumlah dan energi tumbukan bertambah besar. Pengaruh perubahan suhu terhadap laju reaksi secara kuantitatif dijelaskan dengan hukum Arrhenius yang dinyatakan dengan persamaan sebagi berikut:

k = Ae-Ea/RT atau ln k = –Ea + ln A

RT

Dengan R = konstanta gas ideal, A = konstanta yang khas untuk reaksi (faktor frekuensi) dan Ea = energi aktivasi yang bersangkutan (Petrucci, 1987).

d. Katalis adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi untuk memepercepat jalannya reaksi. Katalis biasanya ikut bereaksi sementara dan kemudian terbentuk kembali sebagai zat bebas. Suatu reaksi yang menggunakan katalis disebut reaksi katalis dan prosesnya disebut katalisme. Katalis suatu reaksi biasanya dituliskan diatas tanda panah (Petrucci, 1987).

Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju, dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus (Hiskia, 1992).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, erlenmayer, stopwatch, termometer, penangas air, pipet dan gelas beaker.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah HCl 0,1 N; Na2S2O3 0,1 N; H2C2O4 0,1 N; KMnO4 0,1 N; dan aquades.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Penentuan Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi

1. Pengaruh Konsentrasi HCl

Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi sebagai berikut :

No.

Pereaksi

Tabung reaksi ke-

1

2

3

4

5

6

1

Na2S2O3 0,1 N

5 mL

5 mL

5 mL

2

HCl 0,1 N

5 mL

3

HCl 0,05 N

5 mL

4

HCl 0,01 N

5 mL

Dituangkan tabung 2 ke tabung 1, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 2

Dituangkan tabung 4 ke tabung 3, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 4

Dituangkan tabung 6 ke tabung 5, dengan cepat dituangkan kembali ke tabung 6

Perubahan warna dan waktu yang diperlukan reaksi yaitu sampai tepat mulai terjadi kekeruhan dicatat

2. Pengaruh konsentrasi Na2S2O3

Dengan menggunakan pereaksi di bawah ini, dikerjakan seperti pada prosedur 1.

No

Pereaksi

Tabung reaksi ke-

1

2

3

4

5

6

1

HCl 0,1 N

5 mL

5 mL

5 mL

2

Na2S2O3 0,1 N

5 mL

3

Na2S2O3 0,05 N

5 mL

4

Na2S2O3 0,01 N

5 mL

B. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi.

1. Disiapkan 6 tabung reaksi, diisi dengan pereaksi sesuai tabel berikut

No

Pereaksi

Tabung Reaksi Ke….

1

2

3

4

5

6

1

HCl 0,1 N

5 ml

5 ml

5 ml

2

Na2S2O3 0,1 N

5 ml

5 ml

5 ml

3

Suhu

Kamar

50oC

100oC

2. Diatur temperatur dari tabung reaksi sesuai tabel, ditempatkan tabung reaksi dalam penangas air.

3. Dicampurkan tabung 1 dan 2, tabung 3 dan 4 serta tabung 5 dan 6.

4. Dicatat perubahan warna yang terjadi dan waktu yang diperlukan reaksi tersebut.

C. Menentukan orde reaksi

1. Diisi buret dengan larutan KMnO 0,1 N.

2. Disiapkan 5 buah Erlenmeyer, mengisinya dengan H2C2O4 0,1 N dan akuades (komposisi setiap Erlenmeyer sesuai table di bawah).

3. Ditambahkan KMnO4 ke dalam setiap Erlenmeyer dari dalam buret dengan jumlah sesuai dengan table berikut:

No

Pereaksi

Erlenmeyer

1

2

3

4

1

H2C2O4 0,1 N

5 ml

10 ml

15 ml

10 ml

2

KMnO4 0,1 N

2 ml

2 ml

2 ml

4 ml

3

Akuades

13 ml

8 ml

3 ml

6 ml

4. Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari KMnO4 ditambahkan sampai warna ungu tepat hilang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

a. Menentukan Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi

Pengaruh Konsentrasi HCl

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan tabel.

Dituangkan :

Tabung 2 ke tabung 1, lalu dituang kembali ke tabung 2.

Tabung 4 ke tabung 3, lalu dituang kembali ke tabung 4.

Tabung 6 ke tabung 5, lalu dituang kembali ke tabung 6.

Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung dan mulai terjadi kekeruhan.

Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi kekeruhan.

Reaksi tabung 2 dan 1 : 32,30 detik.

Reaksi tabung 4 dan 3 : 37,00 detik.

Reaksi tabung 6 dan 5 : 1,02 detik

Pengaruh Konsentrasi Na2S2O3

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan tabel.

Dituangkan :

Tabung 2 ke tabung 1, lalu dituang kembali ke tabung 2.

Tabung 4 ke tabung 3, lalu dituang kembali ke tabung 4.

Tabung 6 ke tabung 5, lalu dituang kembali ke tabung 6.

Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung dan mulai terjadi kekeruhan.

Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi kekeruhan.

Reaksi tabung 2 dan 1 : 37,00 detik.

Reaksi tabung 4 dan 3 : 42,80 detik.

Reaksi tabung 6 dan 5 : 35,00 detik.

b. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Disiapkan 6 buah tabung reaksi dengan komposisi masing-masing tabung sesuai dengan tabel.

Diatur temperatur dari tabung reaksi sesuai tabel 1, dimana tabung reaksi ditempatkan di dalam penangas air.

Tabung 1 dan 2 : Pada suhu kamar.

Tabung 3 dan 4 : Pada suhu 50oC.

Tabung 5 dan 6 : Pada suhu 100oC.

Dicampurkan : tabung 1 dan 2, tabung 3 dan 4 serta tabung 5 dn 6.

Mulai terjadi reaksi pada masing-masing tabung.

Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari isi kedua tabung dicampurkan hingga tepat terjadi perubahan warna.

Reaksi tabung 1 dan 2 : 47,11 detik.

Reaksi tabung 3 dan 4 : 11,54 detik.

Reaksi tabung 5 dan 6 : 4,37 detik.

c. Menentukan Orde Reaksi

Percobaan

Hasil Pengamatan

Buret diisi dengan larutan KMnO4 0,1 N.

Disiapkan 5 buah erlenmeyer yang diisi dengan H2C2O4 0,1 N dan akuades.

Ditambahkan KMnO4 ke dalam setiap erlenmeyer dari dalam buret dengan jumlah sesuai tabel

Mulai terjadi reaksi pada masing-masing erlenmeyer.

Dicatat waktu yang diperlukan mulai dari KMnO4 ditambahkan hingga warna ungu tepat hilang.

Pada erlenmeyer 1 : 28,40 detik

Pada erlenmeyer 2 : 18,05 detik

Pada erlenmeyer 3 : 11,08 detik

Pada erlenmeyer 4 : 26,40 detik

Pada erlenmeyer 5 : 18,18 detik

2. Perhitungan

a Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi

· Pengaruh Konsentrasi HCl

– Tabung 2 dituangkan ke tabung 1, kemudian dituangkan kembali ke tabung 2 sampai mulai terjadi kekeruhan akan memerlukan waktu 32,30 detik.

– Tabung 4 dituangkan ke tabung 3, kemudian dituangkan kembali ke tabung 4 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 37,00 detik.

– Tabung 6 dituangkan ke tabung 5, kemudian dituangkan kembali ke tabung 6 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 1,02 detik.

· Pengaruh Konsentrasi Na2S2O3

– Tabung 2 dituangkan ke tabung 1, kemudian dituangkan kembali ke tabung 2 sampai mulai terjadi kekeruhan akan memerlukan waktu 37,00 detik.

– Tabung 4 dituangkan ke tabung 3, kemudian dituangkan kembali ke tabung 4 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 42,80 detik.

– Tabung 6 dituangkan ke tabung 5, kemudian dituangkan kembali ke tabung 6 sampai mulai terjadi kekeruhan maka akan memerlukan waktu 35,00 detik.

b Pengaruh temperatur terhadap laju reaksi

– Tabung 1 dicampurkan dengan tabung 2 memerlukan waktu 47, 11 sampai terjadi perubahan warna pada suhu kamar.

– Tabung 3 dicampurkan dengan tabung 4 memerlukan waktu 11,54 detik sampai terjadi perubahan warna pada suhu 50oC.

– Tabung 5 dicampurkan dengan tabung 6 memerlukan waktu 4,37 detik sampai terjadi perubahan warna pada suhu 100oC.

c Menentukan Oerde Reaksi

Diketahui : Komposisi (volume) H2C2O4 0,1 N, KMnO4 0,1 N dan akuades berdasarkan tabel 2.

Ditanyakan : – Membuat 6 buah grafik, yaitu : [H2C2O4] vs 1/t, [H2C2O4]2 vs 1/t, [H2C2O4]3 vs 1/t, [KMnO4] vs 1/t, [KMnO4]2 vs 1/t, dan [KMnO4]3 vs 1/t.

– Menentukan harga koefisien relasi (r) dari masing-masing grafik tersebut.

– Menentukan orde reaksi terhadap asam oksalat, permanganat, dan orde reaksi total, berdasarkan harga r tersebut.

Penyelesaian :

[H2C2O4] = (V.N)oksalat / Vtotal larutan

Pada erlenmeyer 1 : [H2C2O4] = (5 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,025 N

Pada erlenmeyer 2 : [H2C2O4] = (10 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,05 N

Pada erlenmeyer 3 : [H2C2O4] = (15 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,075 N

Pada erlenmeyer 4 : [H2C2O4] = (10 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,05 N

Pada erlenmeyer 5 : [H2C2O4] = (10 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,05 N

[KMnO4] = (V.N)permanganat / Vtotal larutan

Pada erlenmeyer 1 : [KMnO4] = (2 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,01 N

Pada erlenmeyer 2 : [KMnO4] = (2 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,01 N

Pada erlenmeyer 3 : [KMnO4] = (2 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,01 N

Pada erlenmeyer 4 : [KMnO4] = (3 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,015 N

Pada erlenmeyer 5 : [KMnO4] = (4 mL×0,1 N) / 20 mL = 0,02 N

Tabel Hasil Data Percobaan :

Erlenmeyer

1

2

3

4

5

t (detik)

28,40

18,05

11,08

26,40

18,18

[H2C2O4]

0,025

0,05

0,075

0,05

0,05

[H2C2O4]2

6,25×10-4

2,5×10-3

5,625×10-3

2,5×10-3

2,5×10-3

[H2C2O4]3

1,5625×10-5

1,25×10-4

4,21875×10-4

1,25×10-4

1,25×10-4

[KMnO4]

0,01

0,01

0,01

0,015

0,02

[KMnO4]2

1×10-4

1×10-4

1×10-4

2,25× 10-4

4×10-4

[KMnO4]3

1×10-6

1×10-6

1×10-6

3,375× 10-6

8×10-6

Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat dibuat grafik dari konsentrasi oksalat dan permanganat dengan 1/waktu.

VI. PEMBAHASAN

a. Pengaruh Konsentrasi Reaktan Terhadap Laju Reaksi

Percobaan pertama ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi suatu pereaktan terhadap laju reaksi, yang dalam hal ini pereaktan adalah HCl dan Na2S2O3. Percobaan ini dilakukan dengan menyiapkan 6 buah tabung reaksi yang diisi sesuai dengan komposisi yang telah ditetapkan, maka kemudian dicampurkan antara tabung 2–1–2, antara tabung 4–3–4, dan antara tabung 6–5–6. Setelah dilakukan pencampuran kemudian mencatat perubahan warna dan waktu yang diperlukan reaksi yaitu sampai tepat mulai terjadi kekeruhan. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi HCl terhadap laju reaksi, dimana tabung 1 berisi dengan 5 mL Na2S2O3 0,1 N dan tabung 2 berisi dengan 5 mL HCl 0,1 N kemudian dilakukan pencampuran antara tabung 2–1–2 memerlukan waktu 32,3 detik sampai terjadi kekeruhan. Untuk laju reaksi antara tabung 4–3–4 sampai terjadi kekeruhan, memerlukan waktu 37 detik. Sedangkan laju reaksi antara tabung 6–5–6 sampai terjadi kekeruhan memerlukan waktu yang sangat cepat dibandingkan dengan tabung 2–1–2 dan tabung 4–3–4 yaitu selama 1,02 detik. Hal ini disebabkan oleh HCl yang merupakan pereaksi yang ada pada tabung 4 ukuran pereaksinya lebih kecil dibandingkan pada tabung lainnya. Dari hasil percobaan terlihat adanya pengaruh besar konsentrasi terhadap kecepatan reaksi. Semakin besar konsentrasi suatu pereaksi, maka kecepatan reaksinya juga semakin besar (reaksi berlangsung lebih cepat).

Dengan perlakuan yang sama, 5 mL HCl yang konsentrasinya 0,1 N direaksikan dengan 5 mL Na2S2O3, yang memiliki konsentrasi bervariasi, yaitu 0,1 N; 0,05 N; dan 0,01 N. Reaksi antara HCl dan Na2S2O3 0,01 N berjalan sangat cepat yaitu 35 detik. Perubahan warna yang terjadi juga sangat kecil sehingga sangat sulit untuk diamati. Reaksi dengan Na2S2O3 0,05 N berlangsung paling lambat yaitu 42,80 detik dan reaksi dengan Na2S2O3 0,1 N memerlukan 37 detik. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi pereaksi yang besar yang mempercepat laju reaksi. Sesuai dengan pernyataan umum bahwa sebagian besar laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaktan, sehingga dengan konsentrasi pereaksi yang lebih besar reaksi juga akan berlangsung lebih cepat.

b. Menentukan Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Reaksi

Suhu yang tinggi akan mempengaruhi kalor yang berperan dalam penambahan energi kinetik partikel pereaksi karena jumlah dan energi tumbukan bertambah besar sehingga dapat mempengaruhi reaksi kimia yang terjadi yaitu khususnya pada kecepatan belangsungnya reaksi. Untuk percobaan kali ini kita bertujuan membuktikan apakah pernyataan tersebut diatas sesuai dengan hasil percobaan yang dilakukan. Pada tabung pertama, ketiga dan kelima yang berisikan HCl 0,1 N, dicampurkan dengan tabung kedua, keempat dan keenam yang berisikan Na2S2O3 0,1 N secara berurutan. Hasil percobaan yang ditunjukkan yaitu perubahan warna dari bening menjadi keruh dengan waktu selang waktu yang berbeda-beda. Pada percobaan pertama tabung kesatu dicampur dengan tabung kedua pada suhu kamar dan waktu yang diperlukan untuk merubah warna bening menjadi warna keruh adalah selama 47,11 detik. Percobaan kedua tabung ketiga dicampur dengan tabung keempat pada suhu 50o C waktunya adalah 11,54 detik. Sedangkan pada percobaan ketiga dengan mencampurkan antara tabung kelima dengan tabung keenam pada suhu 100o C waktunya adalah 4,37 detik. Menurut dari pernyataan atau teori yang ada bahwa suhu sangat mempengaruhi kecepatan berlangsungnya suatu reaksi atau laju reaksi yang dapat dilihat dari waktu yang diperlukan untuk terjadinya perubahan. Dari hasil percobaan ini kita dapat melihat bahwa reaksi yang paling cepat berlangsung adalah pada suhu yang tertinggi yaitu 100oC yaitu, sedangkan pada suhu yang paling rendah yaitu pada suhu kamar reaksi lambat.

c. Menentukan Orde Reaksi

Percobaan ini dilakukan dengan langkah pertama yaitu menyiapkan alat yang diperlukan yaitu 5 buah erlenmeyer dan bahan seperti asam oksalat, aquades dan kalium permanganat. Asam oksalat terlebih dahulu dicampur dengan aquades hingga homogen sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pencampuran ketika penambahan kalium permanganat. Ketika larutan yang sudah homogen tadi dicampurkan dengan kalium permanganat warna berubah menjadi ungu setelah itu erlenmayer digoyang-goyangkan agar terjadi perubahan dan tidak terjadinya endapan. Setelah beberapa lama terjadi perubahan warna dari ungu menjadi kuning dan lama kelamaan berubah menjadi bening.

Percobaan ini dilakukan sebanyak 5 kali dengan volume yang berbeda-beda, sedangkan waktu yang diperlukan pada erlenmayer yang pertama yaitu selama 28,4 detik; untuk tabung kedua waktu yang diperlukan adalah 18,05 detik; untuk tabung ketiga waktu yang diperlukan adalah 11,08 detik; tabung keempat waktu yang diperlukan adalah 26,4 detik; dan tabung kelima waktu yang diperlukan adalah 18,18 detik.

MnO4 dan KMnO4 bersifat katalis sehingga sebagai katalis warna campuran bening atau kuning. MnO4 merupakan oksidator yang digunakan untuk bereaksi dengan reduktor H2C2O4 dalam suasana asam. Reaksi antara KMnO4 dengan asam oksalat dapat dikatakan sebagai autokatalisator karena ion Mn2+ yang terbentuk sebagai katalis. Kemudian reaksi ini tidak perlu indicator secara khusus untuk menentukan titik ekuivalen karena laju ditentukan dari perubahan warna proses tersebut. Adapun reaksi antara H2C2O4 dan MnO4 yaitu:

H2C2O4 + 2MnO4 6CO2 + 3H2O + MnO

Berdasarkan hasil perhitungan orde yang diperoleh pada percobaan ini adalah -0,6. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi yang berlangsung adalah konstan karena nilai orde yang diperoleh mendekati nilai nol dimana reaksi ini tidak bergantung pada pereaksi konsentrasi. Dan kemungkinan orde reaksinya adalah orde tingkat 1. Sehingga diperoleh orde totalnya (1+1) = 2.

Berdasarkan gambaran grafik yang diperoleh adalah nilai R2 untuk [H2C2O] adalah sebesar 0,7864; [H2C2O]2 adalah sebesar 0,8718; dan [H2C2O]3 adalah sebesar 0,8964. Sehingga orde reaksi terhadap oksalat adalah tingkat orde reaksi 3 (tingkat orde reaksi adalah nilai R2 yang paling mendekati 1).

Sedangkan nilai R2 untuk [KMnO4] adalah sebesar 0,0434; [KMnO4]2 adalah sebesar 0,0309; dan [KMnO]3 adalah sebesar 0,0316. Sehingga orde reaksi terhadap permanganat adalah tingkat orde reaksi 1.

Dari data tersebut, maka didapatkan orde reaksi totalnya, yaitu (3+1) = 4.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Reaksi antara HCl dan Na2S2O3 0,01 N berlangsung 35 detik; Na2S2O3 0,05 N berlangsung 42,80 detik; danNa2S2O3 0,1 N berlangsung 37 detik. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi pereaksi yang besar yang mempercepat laju reaksi.

2. Reaksi berlangsung sangat cepat pada suhu 100oC (suhu tertinggi), dan reaksi berlangsung lambat pada suhu kamar (yang paling rendah).

3. Orde reaksi oksalat adalah tingkat orde reaksi 3, dan orde reaksi permanganat adalah tingkat orde reaksi 1. Maka didapatkan orde reaksi totalnya, yaitu (3+1) = 4.

DAFTAR PUSTAKA

Hiskia, A dan Tupamalu. 1992. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. ITB, Bandung. hal 141-142.

Petrucci, Ralph H.1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Erlangga, Jakarta. hal 246-248.

Syukri S, 1999. Kimia Dasar 2. ITB, Bandung. hal 71-83.

<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <![endif]–>

Grafik hubungan antara waktu (detik) dengan

Konsentrasi (N) HCl

0.1, 32.3

0.05, 37

0.01, 1.02

0

10

20

30

40

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.1

Konsentrasi (N)

t (detik)

t (detik)<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]–>

<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> SHAPE \* MERGEFORMAT <![endif]–>

Grafik hubungan antara waktu (detik) dengan

Konsentrasi (N) Na2S2O3

0.1, 37

0.05, 42.8

0.01, 35

0

10

20

30

40

50

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

0.08

0.09

0.1

Konsentrasi (N)

t (detik)

t (detik)<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]–>

ENERGETIKA KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR II

PERCOBAAN I

ENERGETIKA KIMIA

UNLAM

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 1.7

ASISTEN : FITRI HADY AMRULLAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2008

PERCOBAAN I

ENERGETIKA KIMIA

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah menentukan besarnya kapasitas kalorimeter, menentukan kalor pelarutan molar garam, dan menentukan panas peleburan es.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Istilah Termodinamika

Energetika kimia atau termodinamika kimia adalah ilmu yang mempelajari perubahan energi yang terjadi dalam proses atau reaksi. Studi ini mencakup dua aspek penting yaitu penentuan atau perhitungan kalor reaksi dan studi tentang arah proses dan sifat-sifat sistem dalam kesetimbangan. Bagian alam semesta yang dipilih untuk penelititan termodinamika disebut sistem, dan bagian alam semesta yang berinteraksi dengan sistem tersebut disebut dengan keadaan sekeliling lingkungan dari sistem. Perpindahan energi dapat berupa kalor (q) atau dalam beberapa bentuk lainnya secara keseluruhan disebut kerja. Perpindahan energi berupa kalor atau kerja yang mempengaruhi jumlah keseluruhan energi dalam sistem, yang disebut energi dalam (U) (Petrucci, 1996).

Sistem adalah sejumlah zat, campuran zat, atau segala sesuatu yang ada dalam pengamatan. Lingkungan adalah segala sesuatu di luar sistem. Alam semesta adalah kumpulan dari beberapa sistem dan lingkungan. Sistem berdasarkan terjadinya pertukaran energi dengan lingkungan dapat dibedakan menjadi sistem tersekat, sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tersekat tidak terjadi pertukaran baik energi maupun materi. Sistem tertutup hanya terjadi pertukaran energi. Sedangkan sistem terbuka terjadi pertukaran baik energi maupun materi. Beberapa proses yang dapat terjadi pada sistem sesuai dengan keadaan adalah proses isotermal, proses isovolum atau isokhorik, dan proses adiabatik. Proses isotermal yaitu proses yang berlangsung pada suhu tetap, semua kalor yang diberikan kepada sistem diubah menjadi kerja. Proses isovolum atau isokhorik yaitu proses yang tidak mengalami perubahan volume, semua kalor yang masuk sistem disimpan sebagai energi dalam. Proses adiabatik yaitu proses yang tidak menyerap atau melepaskan kalor, dan semua energi digunakan untuk menghasilkan kerja (Hiskia, 1991).

Energi dalam (U) adalah keseluruhan energi potensial dan energi kinetik zat-zat yang terdapat dalam sistem. Energi dalam merupakan fungsi keadaan, besarnya hanya tergantung pada keadaan sistem. Setiap sistem mempunyai energi karena partikel-partikel materi (padat, cair atau gas) selalu bergerak acak dan beragam disamping itu dapat terjadi perpindahan tingkat energi elektron dalam atom atau molekul. Bila sistem mengalami peristiwa mungkin akan mengubah energi dalam. Jika suhu naik menandakan partikel lebih cepat dan energi dalam bertambah (Syukri, 1999).

Kalor (q) adalah bentuk energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem, sebagai akibat adanya perbedaan suhu antara sistem dengan lingkungan. Bila sistem menyerap kalor, q bertanda positif dan q bertanda negatif bila sistem melepaskan kalor. Kalor (q) bukan merupakan fungsi keadaan karena besarnya tergantung pada proses. Kapasitas kalor adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk mengikatkan suhu zat 1oC. kapasitas kalor tentu saja tergantung pada jumlah zat. Kapasitas kalor spesifik dapat disederhanakan, kalor jenis adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 gram zat sebesar 1oC. Kalor jenis molar adalah banyaknya energi kalor yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu 1 mol zat sebesar 1oC (Petrucci, 1996).

II.2. Hukum Termodinamika

Entalpi (H) merupakan suatu fungsi termodinamika yang berhubungan dengan energi dalam dan berguna untuk menjelaskan proses-proses pada tekanan tetap. Persamaan matematika menyatakan entalpi ditulis sebagai berikut:

H = U + PV

H : entalpi (joule atau kalori)

U : dalam energi dalam (joule atau kalori)

P : tekanan (atm)

V : volume (liter)

Persamaan ini diperoleh dari penurunan persamaan hukum pertama termodinamika pada tekanan tetap:

q = ∆U – W

q = ∆U + P∆V

q = U2 –U1 + P(V2 –V1)

q = (U2 + PV2) – (U1 + PV1)

q = H2 – H1

q = ∆H

Entalpi (H) adalah besaran mutlak yang tidak dapat diukur atau ditentukan. Pada suatu proses yang terukur adalah harga dari ∆H. Penetuan harga (∆H) tidak bergantung pada jalannya proses namun hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir proses (∆H sebagai fungsi keadaan). Nilai ∆H dapat digunakan untuk meramalkan suatu proses reaksi. Bila ∆H > 0 proses berjalan secara endotermis, yaitu sistem menyerap kalor. Bila ∆H = 0 proses berjalan secara adiabatik, semua kalor diubah menjadi kerja. Bila ∆H < 0 proses berjalan secara eksotermis, yaitu sistem melepaskan kalor.

Hubungan-hubungan yang melibatkan entalpi diantaranya adalah ∆H adalah suatu sifat ekstensif yaitu perubahan entalpi sebanding dengan jumlah zat yang terlibat dalam reaksi Jika kita gandakan dua kali jumlah zat yang terlibat dalam reaksi maka perubahan entalpi reaksi juga menjadi dua kali. ∆H akan berubah tanda bila arah reaksi berlangsung sebaliknya.

Contoh:

½ N2(g) + ½ O2 NO(g) ∆H = +90,37 KJ/mol

Jika reaksi ini dibalik maka ∆H-nya akan berubah tanda.

NO(g) ½ N2(g) + ½ O2 ∆H = -90,37 KJ/mol

Hukum penjumlahan kalor (Hukum Hess) jika suatu proses dianggap berlangsung dalam beberapa tahapan atau tingkatan (baik secara nyata maupun hipotesis) perubahan untuk keseluruhan dapat diperoleh dengan menjumlahkan perubahan-perubahan entalpi dari setiap tahap. Pernyataan ini timbul karena entalpi sebagai fungsi keadaan.

Contoh reaksi penggabungan N2(g) dan O2(g) membentuk NO2(g) melalui tahap pembentukan NO(g).

½ N2(g) + O2(g) NO2(g) ∆H = ?

Reaksi dapat berlangsung dalam dua tahap seperti ditunjukkan di bawah ini. Jika kedua persamaan dijumlahkan, persamaan bersihnya seperti persamaan di atas. Hukum Hess menyatakan bahwa kedua perubahan entalpi dapat juga dijumlahkan menghasilkan ∆H untuk reaksi di atas.

½ N2(g) + ½ O2(g) NO(g) ∆H =+90,37 kJ/mol

NO(g) + ½ O2(g) NO2(g) ∆H = -56,52 kJ/mol

½ N2(g) + O2(g) O2(g) ∆H =+90,37 kJ/mol –56,52 kJ/mol

=+33,85 kJ/mol

Termodinamika didasarkan atas tiga postulat yang dikenal sebagai Hukum Pertama Termodinamika, Hukum Kedua Termodinamika dan Hukum Ketiga Termodinamika. Hukum pertama termodinamika menyatakan hubungan antara kalor (q), kerja (w) dan perubahan energi dalam (∆U), yang menerangkan bahwa energi sistem tersekat adalah tetap. Hukum pertama termodinamika dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

q = ∆U – W

q, ∆U, dan W dalam satuan joule atau kalori. Hukum pertama termodinamika menunjukkan bahwa energi dalam tidak dapat diukur tapi dapat diukur dari nilai kalor dan kerja. Kalor dapat diukur dengan percobaan dan kerja. Kerja dihitung melalui volume dan tekanan yang melawan perubahan itu (Syukri,1999).

Hukum kedua termodinamika mengemukakan bahwa semua proses atau reaksi yang terjadi di alam semesta, selalu disertai dengan peningkatan entropi. Perubahan entropi (dS) adalah suatu fungsi keadaan yang merupakan perbandingan perubahan kalor yang dipertukaran antara sistem dan lingkungan secara reversibel (δqrev) terhadap suhu tertentu T(°C). Persamaan besarnya entropi dinyatakan sebagai berikut:

dS = δqrev/T

Hukum ketiga menyatakan bahwa suatu unsur atau senyawa yang murni dalam bentuk kristal sempurna mempunyai entropi nol pada suhu 0°C, secara matematika dinyatakan sebagai berikut:

Soo = 0

Berdasarkan hukum ketiga dapat dilakukan pengukuran dan perhitungan kalor yang diserap suatu zat murni dari 0°K sampai suhu tertentu. Kerja yang dapat diperoleh dari jumlah kalor sama dengan banyaknya kalor dikurangi sebagian dari jumlah tersebut (Petrucci, 1996).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tutup gabus, batang pengaduk, bahan penyekat (styrofoam), termometer, kalorimeter, stopwatch, gelas ukur, neraca analitik, dan gelas beaker.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air, kristal NaOH, dan es.

IV. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Penentuan Tetapan kalorimeter

1. Dirangkai alat seperti gambar dibawah ini:

batang pengaduk

tutup gabus

bahan penyekat

termometer

air

2. Diaduk air dalam kalorimeter, dicatat suhunya setiap 30 detik. Dilakukan selama 4 menit.

3. Dimasukkan 50 ml air panas (40oC) pada menit keempat, sambil diaduk terus.

4. Diamati dan dicatat suhu air dalam di dalam kalorimeter setiap 30 detik, lakukan pengamatan selama 10 menit.

5. Dibuat grafik hubungan antara waktu dengan suhu [T(oC) vs t (detik)] untuk menentukan harga Tc.

B. Penentuan Kalor Peleburan Es

1. Dipanaskan 100 ml air dalam gelas piala hingga suhunya 59oC.

2. Ditimbang sekitar 50 gram es (catat berat eksak dari es yang digunakan), dan tempatkan dalam dalam kalorimeter. Dilakukan dengan cepat agar es tidak sempat mencair.

3. Dimasukkan 30 ml air panas dalam kalorimeter setiap 30 detik. Lakukan selama 4 menit.

4. Dicatat suhu campuran air dan es tepat setelah air panas dimasukkan.

5. Diaduk campuran air dan es sambil tetap mengamati perubahan suhu yang terjadi.

6. Ketika suhu campuran mencapai 9oC, segera dipisahkan air dan es yang masih tersisa.

7. Ditimbang segera berat es yang masih tersisa untuk mengetahui berat es yang meleleh.

C. Penentuan Kalor Pelarutan

1. Dimasukkan 100 ml air dalam kalorimeter.

2. Ditimbang sebanyak 5 butir kristal NaOH, dicatat beratnya dengan teliti.

3. Diukur suhu air dalam kalorimeter, dicatat sebagai suhu awal.

4. Dimasukkan kristal NaOH yang telah ditimbang tersebut dalam kalorimeter yang telah diisi air, diaduk sampai larut.

5. Dicatat suhu campuran setiap 30 detik, mulai dari NaOH dimasukkan sampai dengan menit ke-8.

6. Dibuat grafik hubungan antara waktu dengan suhu [T(oC) vs t (detik)] untuk menentkan harga Tc.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

1. Hasil

a. penentuan tetapan kalorimeter

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Dimasukkan 50 ml air dalam kalorimeter, dicatat suhu awalnya

Tawal = 31oC

Diaduk air dalam kalorimeter, suhunya dicatat setiap 30 detik selam 4 menit

T1 = 31oC T5 = 31oC

T2 = 31oC T6 = 31oC

T3 = 31oC T7 = 31oC

T4 = 31oC T8 = 31oC

Pada menit keempat, dimasukkan 50 ml air panas (400C) sambil terus diaduk

_

Diamati lalu dicatat suhu air dalam kalorimeter setiap 30 detik selama 10 menit

T1 = 36oC T11 = 36oC

T2 = 38oC T12 = 36oC

T3 = 38oC T13 = 36oC

T4 = 38oC T14 = 36oC

T5 = 37oC T15 = 36oC

T6 = 37oC T16 = 36oC

T7 = 37oC T17 = 36oC

T8 = 37oC T18 = 36oC

T9 = 37oC T19 = 36 0C

T10 = 37oC T20 = 36 0C

b. penentuan kalor peleburan es

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Dipanaskan 100 ml air dalam gelas piala sampai 66oC

_

Ditimbang ± 50 gram es, dan dimasukkan dalam kalorimeter dengan cepat supaya es tidak mencair

mes awal = 51,14 gram

Dimasukkan 30 ml air panas dalam kalorimeter yang telah diisi air

_

Dicatat suhu campurannya tepat setelah air panas dimasukkan

Tcampuran = 17oC

Diaduk campuran tersebut dengan tetap diamati perubahan suhu yang terjadi

_

Segera dipisahkan air dengan es yang masih tersisa, ketika suhu campurannya 9oC

_

Segera ditimbang berat es yang masih tersisa

Ditimbang berat es yang meleleh

mes akhir = 17,75 gram

c. penentuan kalor pelarutan

Langkah Percobaan

Hasil Pengamatan

Dimasukkan 100 ml air dalam kalorimeter

Ditimbang sebanyak 5 butik kristal NaOH

mNaOH = 2,03 gram

Diukur suhunya dalam kalorimeter, dicatat sebagai suhu awal

Tawal = 31oC

Dimasukkan kristal NaOH dalam kalorimeter yang telah diisi air, diaduk hingga larut

_

Dicatat suhu campurannya setiap 30 detik, dimulai dari dimasukkannya NaOH hingga menit ke-8

T1 = 33oC T9= 31oC

T2 = 33oC T10= 31oC

T3 = 37oC T11 = 31oC

T4 = 31oC T12 = 31oC

T5 = 31oC T13 = 31oC

T6 = 31oC T14 = 31oC

T7 = 31oC T15 = 31oC

T8 = 31oC T16 = 31oC

2. Perhitungan

a. penentuan tetapan kalorimeter

Diketahui : – Massa air panas (m1) = 50 gram

– Massa air dingin (m2) = 50 gram

– Kalor jenis air (c) = 1 kal.g-1.0C-1

– Suhu air panas (Tp) = 400C

– Suhu air dingin (Td) = 310C

– Suhu maksimum campuran (Tc) = 380C

Ditanyakan : Harga tetapan kalorimeter (C).

Penyelesaian :

q lepas = q terima

q air panas = q air dingin + q kalorimeter

m1.c.(Tp – Tc) = m2.c.(Tc – Td) + C.(Tc – Td)

(50g).(1kal.g-1.0C-1).(40 – 38)0C = (50g).(1kal.g-1.0C-1).(38 – 31)0C + C.(38 – 31)0C

100 kal = 350 kal + C.(70C)

-250 kal = C.(70C)

C = -35,71kal.0C-1

Jadi, harga tetapan kalorimeter yang diperoleh adalah –35,71 kal.0C-1.

b. penentuan kalor peleburan es

Diketahui : – Massa es mula-mula (Wes 1) = 51,14 gram

– Massa es akhir (Wes 2) = 17,75 gram

– Suhu campuran mula-mula (T1) = 170C

– Suhu campuran akhir (Tc) = 90C

– Kalor jenis es (ces) = 1 kal.g-1.0C-1

– Kapasitas panas kalorimeter (C) = – 35,71 kal.0C-1.

Ditanyakan : Kalor (q) peleburan es.

Penyelesaian :

Massa es yang melebur (m es) = (Wes 1-Wes 2) gram

= (51,14 – 17,75) gram

= 33,39 gram

q = q es + q kalorimeter

q = m es.c es.∆T + C.∆T

q = m es.c es.(Tc-T1) + C.(Tc-T1)

q = (33,39 g).(1 kal.g-1.0C-1).(9 – 17)0C + ( – 35,71 kal.0C-1).(9 – 17)0C

q = [-267,12 + 285,68]kal

q = 18,56 kal

Jadi, kalor (q) peleburan es yang diperoleh adalah 18,56 kal.

c. penentuan kalor pelarutan

Diketahui : – Massa kristal NaOH (m) = 2,03 gram

– Kalor jenis air (c) = 1 kal.g-1.0C-1

– Kapasitas panas kalorimeter (C) = 18,56 kal.0C-1

– Suhu campuran mula-mula (T1) = 330C

– Suhu campuran akhir (Tc) = 310C

– Jumlah mol (n) NaOH = 2,03 g / 40 g.mol-1 = 0,05 mol

Ditanyakan : Kalor pelarutan (H).

Penyelesaian :

q = q air + q kalorimeter

q = m.c.∆T + C.∆T

q = (2,03 g).(1 kal.g-1.0C-1).(20C) + (18,56 kal.0C-1).(20C)

q = 4,06 kal + 37,12 kal

q = 41,18 kal

H = 41,18 kal / 0,05 mol = 823,6 kal.mol-1

Jadi, kalor pelarutan garam yang diperoleh adalah 823,6 kal.mol-1.

B. Pembahasan

Kalorimeter pembakaran mencakup pemutusan lengkap kerangka karbon, bila senyawaan itu terbakar dalam oksigen. Metode pembakaran mempunyai penerapan yang luas dengan senyawa organik yang kurang reaktif terhadap reagensia selain oksigen, atau yang menghasilkan lebih dari satu produk organik dengan reagensia lain. Kalorimeter reaksi dapat digunakan dengan senyawa yang mudah reaksi dengan cukup tepat pada temperatur sedang tanpa pembentukan produk samping yang diinginkan atau tidak diinginkan.

Banyaknya kalor yang dibebaskan atau diserap diperoleh dengan meletakkan suatu kuantitas ataupun jumlah yang ditimbang dari pereaksi dalam wadah, membiarkan reaksi berlangsung dan kemudian mencatat perubahan temperatur dalam air disekitarnya. Dari bahan-bahan yang terlibat (air, hasil reaksi dan kalorimeter), perubahan temperaturnya, kapasitas panasnya, maka banyaknya perubahan kalor yang terjadi selama reaksi dapat dihitung.

Berdasarkan prosedur yang telah dijelaskan pada dasar teori bahwa yang sebaik-baiknya bila reaksi dapat berlangsung dengan cepat, sehingga pendinginan dapat dibuat minimum dan reaksi yang terjadi dapat sempurna atau berlangsung sesuai yang diharapkan. Air dalam kalorimeter harus diaduk, supaya temperaturnya setara dengan pengadukan harus sekecil mungkin, juga panas yang dibuat (penguapan) harus sekecilnya. Dinding pada kalorimeter harus divakumkan karena mencegah radiasi panas.

Penentuan tetapan kalorimeter, pada percobaan ini menunjukkan peningkatan suhu terjadi pada saat penambahan bahan lain yaitu air panas. Sebelum ditambah dengan air panas suhu adalah 31oC. Dan ketika ditambahkan air panas suhu naik menjadi 36oC. Pada percobaan ini terjadi proses secara eksotermik karena sistem melepas kalor. Hal tersebut dapat dilihat jelas pada grafik I. Dari data pengamatan yang diperoleh maka dapat dihitung tetapan kalorimeter yaitu sebesar – 35,71 kal.0C-1.

Penentuan kalor peleburan es, pada percobaan panas peleburan bahan utama yang digunakan adalah es batu. Dari percobaan ini terlihat bahwa massa es berkurang setelah dilakukan reaksi. Massa es mula-mula adalah 51,14 gr, setelah dilakukan reaksi massa es berubah menjadi 17,75 gr. Selisih massa es yang hilang yaitu sebesar 33,39 gram. Suhu awalnya yaitu sebesar 17oC. Dan setelah itu suhunya turun hingga 9oC. Perbedaan suhu terjadi karena faktor dingin yang ditimbulkan oleh es sehingga wajar kalau suhunya rendah. Pada percobaan ini terjadi proses endotermik, karena sistem menyerap kalor. Dan dari hasil perhitungan didapat besar kalor peleburan es adalah 18,56 kal.

Kalor pelarutan molar garam, peningkatan suhu yaitu terjadi pada saat dilakukannya penambahan bahan yaitu sebesar 2,03 gr NaOH. Suhu awalnya hanya 31oC (belum ditambahkan NaOH), tetapi setelah ditambahkan NaOH suhu berubah menjadi 35oC. Pada percobaan ini terjadi proses endotermik, karena sistem menyerap kalor yang menyebabkan suhunya terus naik.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Besar kapasitas kalorimeter adalah – 35,71 kal.0C-1

2. Besarnya panas peleburan es adalah 18,56 kal. Proses yang terjadi pada percobaan ini adalah proses endotermik.

3. Besarnya kalor pelarutan molar garam adalah 823,6 kal/mol. Proses yang terjadi pada percobaan ini adalah proses endotermik.

DAFTAR PUSTAKA

Hiskia, A dan Tupamalu. 1991. Stoikiometri Energi Kimia. ITB, Bandung. hal. 124 – 125.

Petrucci, Ralph H.1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi ke-4. Erlangga, Jakarta. hal. 180 – 247.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung. hal. 74 – 87.

FOTOSINTESIS

FOTOSINTESIS

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM

OLEH

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 3

ASISTEN : NONI ARAI SETYORINI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA

BANJARBARU

NOVEMBER, 2007

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam beberapa aspek fisiologi tumbuhan berbeda dengan fisiologi hewan atau fisiologi sel. Tumbuhan dan hewan pada dasarnya telah berkembang melalui pola atau kebiasaan yang berbeda. Tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang melalui pola atau kebiasaan yang berbeda. Tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang sepanjang hidupnya. Kebanyakan tumbuhan tidak berpindah, memproduksi makanannya sendiri, menggantungkan diri pada apa yang diperolehnya dari lingkungannya sampai batas-batas yang tersedia. Hewan sebagian besar harus bergerak, harus mencari makan, ukuran tubuhnya terbatas pada ukuran tertentu dan harus menjaga integritas mekaniknya unntuk hidup dan pertumbuhan.

Suatu ciri hidup yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan hijau adalah kemampuan dalam menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasi dalam tubuh tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya tergolong pada organisme autotrof, yaitu makhluk hidup yang dapat mensintesis sendiri senyawa organik yang dibutuhkannya. Senyawa organik yang baku adalah rantai karbon yang dibentuk oleh tumbuhan hijau dari proses fotosintesis. Fotosintesis atau asimilasi karbon adalah proses pengoubahan zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan cahaya. Proses fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang mempunyai klorofil. Proses ini hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui perantara pigmen hijau daun yaitu klorofil yang terdapat dalam kloroplas.

Kalau fotosintesis adalah suatu proses penyusunan (anabolisme atau asimilasi) di mana energi diperoleh dari sumber cahaya dan disimpan sebagai zat kimia, maka proses respirasi adalah suatu proses pembongkaran (katabolisme atau disasimilasi) di mana energi yang tersimpan dibongkar kembali untuk menyelenggarakan proses – proses kehidupan.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan praktikum ini adalah untuk membuktikan bahwa dalam fotosintesis dihasilkan oksigen (O2) dan untuk mengamati pengaruh cahaya dan CO2 terhadap pembentukan oksigen pada proses fotosintesis; untuk mengetahui ada tidaknya simpanan amilum dalam jaringan daun yang diberi perlakuan cahaya matahari berbeda.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan terutama tumbuhan tingkat tinggi, untuk memperoleh makanan sebagai kebutuhan pokoknya agar tetap bertahan hidup, tumbuhan tersebut harus melakukan suatu proses yang dinamakan proses sintesis karbohidrat yang terjadi dibagian daun satu tumbuhan yang memiliki kloropil, dengan menggunakan cahaya matahari. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tumbuhan untuk proses tersebut. Tanpa adanya cahaya matahari tumbuhan tidak akan mampu melakukan proses fotosintesis, hal ini disebabkan kloropil yang berada didalam daun tidak dapat menggunakan cahaya matahari karena kloropil hanya akan berfungsi bila ada cahaya matahari (Dwidjoseputro, 1986)

Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang terdapat di alam sebagai molekul yang kompleks dan besar. Karbohidrat sangat beraneka ragam contohnya seperti sukrosa, monosakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang paling sederhana. Monosakarida dapat diikat secara bersama-sama untuk membentuk dimer, trimer dan lain-lain. Dimer merupakan gabungan antara dua monosakarida dan trimer terdiri dari tiga monosakarida (Kimball, 2002).

Fotosintesis berasal dari kata foton yang berarti cahaya dan sintesis yang berarti penyusunan. Jadi fotosintesis adalah proses penyusunan dari zat organic H2O dan CO2 menjadi senyawa organik yang kompleks yang memerlukan cahaya. Fotosintesis hanya dapat terjadi pada tumbuhan yang mempunyai klorofil, yaitu pigmen yang berfungsi sebagai penangkap energi cahaya matahari (Kimball, 2002).

Energi foton yang digunakan untuk menggerakkan elektron melawanan gradient panas di dalam fotosistem I dari sebuah agen dengan tenaga reduksi kuat, yang secara termodinamis mampu mereduksi CO2 di dalam fotosistem II dari air dengan pelepasan O2, jika sebuah molekul pigmen menyerap sebuah foton masuk ke dalam sebuah keadaan tereksitasi, karena satu elektronnya pada keadaan dasar pindah ke orbit (Anwar, 1984).

Orang yang pertama kali menemukan fotosintesis adalah Jan Ingenhousz. Fotosintesis merupakan suatu proses yang penting bagi organisme di bumi, dengan fotosintesis ini tumbuhan menyediakan bagi organisme lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Jan Ingenhosz melakukan percobaan dengan memasukkan tumbuhan Hydrilla verticillata ke dalam bejana yang berisi air. Bejana gelas itu ditutup dengan corong terbalik dan diatasnya diberi tabung reaksi yang diisi air hingga penuh, kemudian bejana itu diletakkan di terik matahari. Tak lama kemudian muncul gelembung udara dari tumbuhan air itu yang menandakan adanya oksigen (Kimball, 1993).

Pada tahun 1860, Sach membuktikan bahwa fotosintesis menghasilkan amilum. Dalam percobaannya tersebut ia mengguanakan daun segar yang sebagian dibungkus dengan kertas timah kemudian daun tersebut direbus, dimasukkan kedalam alkoholdan ditetesi dengan iodium. Ia menyimpulkan bahwa warna biru kehitaman pada daun yang tidak ditutupi kertas timah menandakan adanya amilum (Malcome, 1990).

Fotosistem ada dua macam, yaitu fotosistem I dan fotosistem II. Fotosistem I tersusun oleh klorifil a dan klorifil b dengan perbandingan 12:1 dan tereksitasi secara maksimum oleh cahaya pada panjang gelombang 700 nm. Pada fotosistem II perbandingan klorofil a dan klorofil b yaitu 1:2 dan tereksitasi secara maksimum oleh cahaya pada panjang gelombang 680 nm (Syamsuri, 2000).

Fotosintesis merupakan proses sintesis senyawa organik (glukosa) dari zat anorganik (CO2 dan H2O) dengan bantuan energi cahaya matahari. Dalam proses ini energi radiasi diubah menjadi energi kimia dalam bentuk ATP dan NADPH + H yang selanjutnya akan digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi glukosa. Maka persamaan reaksinya dapat dituliskan :

Kloropil

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2 + Energi

Sinar matahari

Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol Co2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Persamaan reaksi kimia respirasi merupakan kebalikan dari reaksi kimia fotosintesis (Syamsuri, 2000).

Fotosintesis berlangsung dalam 2 tahap, yaitu :

1. Reaksi Terang

Reaksi terang fotosintesis merupakan reaksi pengikatan energi cahaya oleh klorofil yang berlangsung digrana yang dilaksanakan oleh fotosistem. Fotosistem merupakan unit yang mampu menangkap energi cahay matahari dalam rantai transfor elektron pada fotosintesis. Tersusun atas kompleks antene pusat reaksi dan akseptor elektrona (Saimbolon, 1989).

2. Reaksi gelap

Reaksi gelap fotosintesis merupakan reaksi pengikatan CO2 oleh molekul RBP (Ribolosa Bifosfat) untuk mensintesis gula yang berlangsung distroma, reaksi gelap meliputi 3 hal penting, yaitu:

a. Karboksilasi, merupakan pengikatan CO2 oleh RPB untuk membentuk molekul PGA.

b. Reduksi ; PGA (3C) direduksi oleh NADPH menjadi PGAL (3C).

c. Regenerasi ; pembentukan kembali RBP.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 21 November 2007 dari pukul 08.00 – 10.00 Wita. Bertempat di Laboratorium Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

3.2 Alat dan Bahan

1. Fotosintesis

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah beaker gelas, corong kaca, tabung reaksi, kawat dan cutter.

Bahan yang diperlukan adalah Hydrilla verticillata, air kolam dan larutan 0,25 % NaHCO3.

2. Pembentukan karbohidrat pada fotosintesis

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah beaker gelas, cawan petri, lampu spiritus/ kompor, kaki tiga dan penjepit.

Bahan yang digunakan adalah daun tumbuhan segar, larutan JKJ, alkohol 95 %, air dan kertas karbon/aluminium foil.

3.3 Prosedur Kerja

1. Fotosintesis

Ø Memasukkan beberapa cabang Hydrilla verticillata yang sehat sepanjang kira-kira 15 cm ke dalam corong kaca.

Ø Memasukkan corong kaca (1) ke dalam beaker gelas yang berisi medium, di mana setiap 100 ml air ditambahkan 2 ml NaHCO3 0,25 % dengan posisi corong menghadap ke bawah.

Ø Menutup bagian atas corong dengan tabung reaksi yang diusahakan berisi sebagian besar medium, dalam keadaan terbalik ( di dalam bak yang berisi air).

Ø Menandai masing-masing perlakuan dengan label A, B, C, D, E dan F, yang mana keterangannya sebagai berikut :

A = medium air dan diletakan ditempat terang dalam ruangan(intensitas cahaya I).

B = medium air dan diletakkan di luar ruangan dibawah pohon (intensitas cahaya II ).

C = medium air dan diletakkan diluar ruangan, ditempat ysng terbuka (intensutas cahaya III).

D = medium air + larutan NaHCO3, diletakkan ditempat terang dalam ruangan (intensitas cahaya I)

E = medium air + larutan NaCO3, Diletakkan diluar ruangan dibawah pohon (intensitas cahaya II).

F = medium air + larutan NaHCO3, diletakkan dilur ruangan terbuka (intensitas cahayaa III).

Ø Mengamati timbulnya gelembung-gelembung gas yang muncul dari potongan cabang / ranting yang terjadi selama 15’ ,30’ dan 45’. Banyaknya gelembung per satuan waktu dapat digunakan sebagai petunjuk laju fotosintesis. Perhitungan dilakukan sebanyak 3 kali dan diambil rata-ratanya.

Ø Hasil pengamatan / data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk grafik. Buatlah pembahasan dan kesimpulannya.

2. Pembentukan Karbohidrat Pada Fotosintesis

Ø Menutup daun tumbuhan yang belum kena sinar matahari sebagiannya dengan aluminium foil / kertas karbon dan jepit selama 2 x 24 jam.

Ø Merebus air dalam beaker gelas sampai mendidih pada lampu spiritus atau panci berisi air mendidih di atas kompor.

Ø Memanaskan alkohol di dalam beaker gelas kecil pada air mendidih(2).

Ø Memasukkan daun tumbuhan yang akan diuji ke dalam air panas (5 menit) sampai layu, kemudian ke dalam alkohol panas (5 menit).

Ø Mengulangi percobaan ini dengan daun yang lain yang tidak diberi perlakuan air panas.

Ø Mencuci daun (4) tersebut dengan air panas dan masukkan ke dalam larutan JKJ selama beberapa menit.

Ø Mencuci daun dengan air kemudian bentangkan dan amatilah perubahan yang terjadi. (Ingatlah amilum + JKJ memberikan warna biru sampai kehitam-hitaman).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan adalah :

1. Fotosintesis

Ø Data hasil pengamatan dengan medium air di tempat yang terang.

Waktu

Jumlah gelembung

Air + NaHCO3

5 menit

0

9

10 menit

14

16

15 menit

17

21

Tabel 1. Dengan medium air ditempat terang

Ø Data hasil pengamatan dengan medium air di tempat yang gelap.

Waktu

Jumlah gelembung

Air + NaHCO3

5 Menit

0

0

10 Menit

0

0

15 Menit

2

0

Tabel 2. Dengan medium air diluar ruangan dibawah pohon

2. Pembentukan karbohidrat pada fotosintesis

No.

Perlakuan

Gambar

Keterangan

1

Bekas tertutup aluminium foil

Daun berwarna hijau tua

2

Direndam di dalam air mendidih

Daun menjadi layu

3

Direndam dalam alkohol mendidh

Warna daun bekas ditutup aluminium foil lebih muda daripada yang tidak tertutup.

4

Setelah direndam larutan JKJ

Daun yang tidak tertutup aluminium foil berwarna biru kehitaman

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini ada terdapat tiga percobaan yang akan dibahas yaitu tentang fotosintesis, dan penentuan karbohidrat pada daun tumbuhan.

Fotosintesis adalah suatu proses biologi yang kompleks, proses ini menggunakan energi matahari yang dapat dimanfaatkan oleh kloropil yang terdapat dalam kloroplas. Fotosintesis selain memerlukan cahaya matahari sebagai bahan bakar juga memerlukan karbondioksida dan air sebagai bahan anorganik yang akan diproses untuk menghasilkan karbohidrat dan melepaskan oksigen.

Reaksi yang terjadi saat fotosintesis adalah :

CO2 + H2O C6H12O6 + O2 + Energi panas

Dari reaksi tersebut kita dapat memperkirakan bahwa pada fotosintesis terbentuk oksigen. Percobaan pertama mencoba membuktikan hal tersebut. Hydrilla dimasukkan ke dalam gelas beaker yang terlebih dahulu telah dilengkapi dengan corong penutup dan gelas kimia, kemudian dimasukkan air yakinkan pada saat air memenuhi gelas beaker dan masuk kedalam gelas kimia tidak terdapat gelembung udara dari luar. Gelas beaker yang berisi air ini diletakkan di 2 tempat yang berbeda kadar cahaya yang bertujuan untuk memperoleh hasil gelembung yang berbeda pula jumlahnya sehingga didapatkan hubungan antara jumlah gelembung dengan kadar cahaya yang ada. Tempat yang dipilih adalah didalam ruangan dan diluar ruangan dengan cahaya yang maksimum dengan lama pengamatan bervariasi dari 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.

Gelembung udara yang dihasilkan menandakan bahwa proses fotosintesis pada Hydrilla verticilata menghasilkan oksigen. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah gelembung udara yang dihasilkan pada perlakuan A dalam medium air di tempat terang dalam ruangan lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan B yang ditempatkan diluar ruangan ditempat terbuka dengan intensitas cahaya II walaupun waktu yang digunakan sama. Hal ini membuktikan bahwa intensitas cahaya sangat mempengaruhi proses fotosintesis. Intensitas cahaya yang optimum sangat baik untuk proses fotosintesis, sebaliknya dengan intensitas cahaya yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menghambat berlangsungnya proses fotosintesis.

Sedangkan perlakuan C yang menggunakan medium air ditambah larutan NaHCO3 yang diletakkan ditempat terang dalam ruangan menghasilkan jumlah gelembung udara yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakukan D yang diletakkan di luar ruangan (ditempat terbuka) yang mengunakan medium tambahan yaitu NaHO3. Hal ini disebabkan karena intensitas cahaya dan larutan NaHCO3 yang terurai menjadi NaOH dan CO2.

Selain intensitas cahaya dan kadar CO2, juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi proses fotosintesis adalah temperatur, kadar 02, kadar air dan unsur mineral yang ada. Laju pembentukan oksigen dapat digunakan sebagai suatu petunjuk untuk laju fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan.

Percobaan kedua yaitu penentuan karbohidrat pada fotosintesis pada daun tumbuhan berupa daun mangga. Percobaan ini dilakukan pada daun yang segar dan dibungkus dengan kertas karbon kurang lebih 24 jam, kemudian daun tersebut dimasukkan kedalam air panas setelah dilepas dari pohonnya yang bertujuan untuk mematikan sel-sel yang ada. Setelah direbus kemudian daun dimasukkan kedalam larutan alkohol agar klorofil pada daun tersebut larut sehingga warna daun berubah menjadi pucat, daun yang telah dimasukkan kedalam alkohol tadi kemudian dimasukkan kembali ke dalam air panas dan selanjutnya kedalam larutan JKJ dan kemudian diangkat.

Dari hasil pengamatan di peroleh bahwa warna daun setelah diberi perlakuan seperti diatas berubah menjadi pucat untuk bagian yang tertutup dengan kertas aluminium foil dan bagian yang tidak ditutup menjadi berwarna cokelat tua. Warna cokelat tua menandakan bahwa telah terjadi proses fotosintesis yang telah terbentuk amilum yang berwarna cokelat jika bereaksi dengan larutan iod (larutan JKJ). Hal ini menandakan bahwa cahaya sangat berperan dalam peristiwa fotosintesis, dimana cahaya yang diterima dengan bebas tanpa adanya suatu penghalang, maka akan membuat perubahan pada daun. Secara garis besar dapat dikatakan stomata akan berperan sebagai pengatur penguapan dalam peristiwa fotosintesis.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:

1) Fotosintesis adalah proses pembentukan bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan cahaya dan kloroplas.

2) Selain klorofil fotosintesis juga memerlukan CO2 dan cahaya matahari.

3) Semakin besar intensitas cahaya dan konsentrasi CO2 maka proses fotosintesis berlangsung semakin cepat.

4) Hasil dari fotosintesis adalah glukosa dan oksigen.

5.2 Saran

Percobaan seperti ini memerlukan pengamatan yang harus benar-benar diperhatikan, terlebih lagi saat memperhatikan gelembung udara yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Agar proses pembuktian adanya karbohidrat pada daun yang melakukan fotosintesis.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. 1984. Ringkasan Biologi. Ganeca Exact. Bandung.

Dwidjoseputro. 1986. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Kimball, J. W. 1993. Biologi Umum. Erlangga. Jakarta.

Kimball, J.W. 2002. Fisiologi Tumbuhan. Erlangga. Jakarta.

Malcome. B. W. 1990. Fisiologi Tanaman. Bumi Aksara. Bandung.

Simbolon, Hubu dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Syamsuri. I. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta.

GENETIKA

GENETIKA

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM

OLEH

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 3

ASISTEN : NONI ARAI SETYORINI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA

BANJARBARU

DESEMBER, 2007

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu aspek yang penting pada organisme hidup adalah kemampuannya untuk melakukan reproduksi dan dengan demikian dapat melestarikan jenisnya. Pada organisme yang berkembang biak secara seksual individu baru adalah hasil kombinasi informasi genetik yang di sumbangkan oleh 2 gamet yang berbeda yang berasal dari kedua parentalnya.

Genetika merupakan ilmu pengetahuan dasar bagi ilmu terapan, misalnya pemuliaan tanaman dan hewan, masalah penyakit dan kelainan pada tubuh manusia. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam bidang genetika ini seperti : gen, genotif, resesif, dominan, alela, homozigot, heterozigot hendaknya sudah diketahui dan dipahami.

Ciri-ciri yang diamati (secara kolektif dan fenotif) suatu organisme dikendalikan oleh gen. Pada orgabnisme diploid setiap sifat fenotiof dikendalikan oleh setidak-tidaknya oleh satu pasang gen satu anggota pasangan tersebut diwariskan dari setiap induknya. Jika anggota pasangan tadi berlainan dalam efeknya yang tepat terhadap fenotifnya maka disebut alelik. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen tunggal seperti misalnya gen yang mengendalikan warna bniji pada ercis.

Suatu organisme dengan sepasang alel yang identik untuk sifat tertentu dikatakan bersifat homozigot terhadap alelnya, dan satu dengan alel yang berlainan disebut heterozigot. Pada heterozigot, satu alel dapat dinyatakan dengan menyatakan atau meniadakan yang lainnya (dominasi). Atau kedua-duanya alel itu dapat berpengaruh terhadap fenotipnya (kodomonasi/resesif).

Bila gamet–gamet (spora pada tumbuhan) terbentuk karena meiosis, pasangan–pasangan gen menjadi terpisah–pisah dan didistribusikan satu–satu kepada setiap gamet atau spora (Hukum Mendel tentang seregasi).

Mendel menemukan bahwa pewarisan satu pasangan gen sama sekali tidak bergantung pada pewarisan pasangan lainnya (Hukum pemilahan bebas). Beberapa sifat dikendalikan secara aditif oleh lebih dari satu pasang alel. Pewarisan poligenik atau faktor berganda sedemikian rupa merupakan kekhasan sifat, seperti contoh pada berat tubuh, yang cenderung beragam dalam suatu cara yang berkesinambungan dari suatu ekstrim kepada yang lain, dengan sebagian individunya mempunyai suatu fenotip diantara ekstrim-ekstrimnya.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui golongan darah seseorang yang diturunkan dari tetuanya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Darah adalah cairan yang berwarna merah yang terdapat dalam pembuluh darah. Volume darah manusia ± 7 % dari berat badan atau ± 5 liter untuk laki–laki dan 4,5 liter untuk perempuan. Penyimpanan darah dapat dilakukan dengan memberikan natrium sitrat atau natrium oksalat, karena garam–garam ini menyingkirkan ion–ion kalsium dari darah yang berperan penting dalam proses pembekuan darah (Abbas, 1997).

Darah merupakan suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang disebut dengan plasma. Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interselular yang berbentuk plasma. Secara fungsional darah merupakan jaringan pengikat yang dalam artiannya menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga merupakan integritas. Darah yang merupakan suspensi tersebut terdapat gen, dimana gen merupakan ciri-ciri yang dapat diamati secara kolektif atau fenotifnya dari suatu organisme. Pada organisme diploid, setiap sifat fenotif dikendalikan oleh setidak-tidaknya satu pasang gen dimana satu pasang anggota tersebut diwariskan dari setiap tertua. Jika anggota pasangan tadi berlainan dalam efeknya yang tepat terhadap fenotifnya, maka disebut alelik. Alel adalah bentuk alternatif suatu gen tunggal, misalnya gen yang mengendalikan sifat keturunannya (Subowo. 1992).

Penggumpalan darah terjadi karena fibrinogen (protein yang larut dalam plasma) diubah menjadi fibrin yang berupa jaring-jaring. Perubahan tersebut disebabkan oleh trombin yang terdapat dalam darah sebagai pritrombin. Pembentukan trombin dari protrombin tergantung pada adanya tromboplastin dan ion Ca2+ (Poejadi, 1994).

Darah mempunyai fungsi antara lain: mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh, mengangkut karbondioksioda dari jaringan tubuh ke paru-paru, mengangkut sari-sari makanan ke seluruh tubuh, mengangkut sisa-sisa makanan dari seluruh jaringan tubuh ke alat-alat ekskresi, mengangkut hormon dari kelenjar endokrin ke bagian tubuh tertentu, mengangkut air untuk diedarkan ke seluruh tubuh, menjaga stabilitas suhu tubuh dengan memindahkan panas yang dihasilkan oleh alat-alat tubuh yang aktif ke alat-alat tubuh yang tidak aktif, menjaga tubuh dari infeksi kuman dengan membentuk antibodi (Abbas, 1997).

Golongan darah pada manusia bersifat herediter yang ditentukan oleh alel ganda. Golongan darah seseorang dapat mempunyai arti yang penting dalam kehidupan. Sistem penggolongan yang umum dikenal dalam sistem ABO. Pada tahun 1900 dan 1901 Landstainer menemukan bahwa penggumpalan darah (Aglutinasi) kadang-kadang terjadi apabila eritrosit seseorang dicampur dengan serum darah orang lain. Pada orang lain lagi, campuran tersebut tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan hal tersebut Landstainer membagi golongan darah manusia menjadi 4 golongan, yaitu: A, B, AB, dan O. Dalam hal ini di dalam eritrosit terdapat antigen dan aglutinogen, sedangkan dalam serumnya terkandung zat anti yang disebut sebagai antibodi atau aglutinin. Dikenal 2 macam antigen yaitu α dan β, sedangkan zat antinya dibedakan sebagai anti A dan anti B. Antigen dan antibodi yang dikandung oleh darah seseorang dengan golongan darah tertentu adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Antigen dan Antibodi yang dikandung oleh darah seseorang

Golongan

Antigen

Zat anti

A

α

B

B

β

A

AB

A + B

O

α maupun β

Bila antigen α bertemu dengan anti A dalam darah seseorang maka akan terjadi penggumpalan darah dan dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan hal ini golongan darah penting sekali untuk diperhatikan, terutama dalam transfusi darah. Untuk menghindari jangan sampai terjadi penggumpalan, maka sebelum dilakukan transfusi darah, baik darah si pemberi (donor) maupun si penerima (resipien) harus diperiksa atau diketahui terlebih dahulu golongan darahnya (Kimball, 1990).

Golongan darah menurut system ABO, pada permulaan abad ini K. Landsteiner menemukan bahwa penggumpalan darah kadang-kadang terjadi apabila sel darah merah seseorang dicampur dengan serum darah orang lain. Akan tetapi pada orang lain campuran tadi tidak mengakibatkan penggumpalan darah. Berdasarkan reaksi tadi maka Landsteiner membagi orang menjadi tiga golongan yaitu A, B, dan O. Golongan keempat yang jarang ditemui yaitu golongan darah AB telah ditemukan oleh dua orang mahasiswa Landsteiner yaitu A. V. Von Decastelo dan A. Sturli pada tahun 1902. Golongan darah menurut system MNSs, dalam tahun 1972 K. Landsteiner dan P. Levine menemukan antigen baru yang disebut antigen-M dan antigen-N. Dikatakan bahwa sel darah merah seseorang dapat mengandung salah satu atau kedua antigen tersebut. Golongan darah menurut sistem Rh, K. Landsteiner dan A. S. Wiener pada tahun 1940 menemukan antigen baru lagi yang dinamakan faktor Rh (singkatan dari kata Rhesus, ialah sejenis kera di India yang dulu banyak dipakai untuk penyelidikan darah orang). Golongan darah dibedakan atas dua kelompok, yaitu: Golongan darah Rh positif (Rh+) ialah orang yang memiliki antigen Rh dalam eritrositnya sehingga waktu darahnya dites dengan anti serum yang mengandung anti Rh maka eritrositnya menggumpal, golongan darah Rh negatife (Rh) ialah orang yang tidak memiliki antigen Rh di dalan eritrositnya, sehingga eritrositnya tidak menggumpal pada waktu dites (Suryo, 2001).

Menurut sistem A, B, O, ada 4 macam golongan darah, berdasarkan macam aglutinogennya. Keempat golongan darah itu ditentukan oleh 3 macam alela yang diberi simbol I ( isoaglutinogen): gen IA pembentuk aglutinogen A, gen IB pembentuk aglutinogen B, gen IO yang tidak dapat membentuk aglutinogen (Foster, 2002).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 5 Desember 2007 pukul 08.00-10.00, bertempat di Laboratorium Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah objek glass, jarum franke atau blood lanset, tusuk gigi yang bersih dan kering, dan kaca pembesar atau mikroskop.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah darah manusia, serum anti A dan anti B, kapas dan alkohol 70 %.

3.3 Cara Kerja

1. Menyiapkan objek glass dan memberi tanda untuk serum anti A dan serum anti B berdampingan.

2. Membersihkan bagian jari tangan yang akan ditusuk (diambil darahnya) dengan kapas beralkohol 70 %. Kemudian menusuk dengan blood lanset dan meneteskan pada masing-masing bagian objek glass tadi.

3. Menambahkan 2 tetes serum pada masing-masing tetes darah, yang satu dengan anti A dan yang lain dengan anti B. Kemudian mencampurkan/meratakan dengan baik hingga membentuk gambaran oval.

4. Mengamati dan menentukan golongan darahnya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No

Golongan Darah

Anti B

Anti A

Keterangan

1.

A

Anti A:

Menggumpal

Anti B:

Tidak menggumpal

2.

B

Anti A:

Tidak menggumpal

Anti B:

Menggumpal

3.

AB

Anti A:

Menggumpal

Anti B:

Menggumpal

4.

O

Anti A:

Tidak menggumpal

Anti B:

Tidak menggumpal

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa golongan darah pada manusia bersifat herediter yang ditentukan oleh alel ganda dan golongan darah seseorang dapat mempunyai arti yang penting dalam kehidupan. Pada objek glass yang terdapat darah terlihat, setelah darah tersebut ditetesi anti A maka darah tidak mengalami penggumpalan dan setelah ditetesi anti B maka darah tersebut mengalami penggumpalan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel darah yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah bergolongan B.

Apabila antigen a bertemu dengan anti A dalam darah seseorang, maka akan terjadi penggumpalan darah dan dapat menyebabkan kematian. Hal ini berarti golongan darah orang tersebut adalah A.Apabila antigen b bertemu dengan anti B dalam darah seseorang, maka akan terjadi penggumpalan darah dan dapat menyebabkan kematian. Hal ini berarti golongan darah orang tersebut adalah B.

Apabila dalam darah seseorang diberi zat anti A, maka akan terjadi penggumpalan. Begitu juga bila darah orang tersebut diberi zat anti B. Hal ini berarti golongan darah orang itu adalah AB. Apabila dalam darah seseorang diberi zat anti A dan zat anti B tidak mengalami penggumpalan, maka golongan darah orang tersebut adalah O. Berdasarkan hal ini, golongan darah penting sekali untuk diperhatikan, terutama dalam transfusi darah. Golongan darah seseorang harus diperiksa terlebih dahulu sebelum melakukan transfusi darah baik darah si pemberi (donor) maupun si penerima (resepien) untuk menghindari terjadinya penggumpalan atau aglutinasi.

Antingen adalah sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antingen biasanya berupa protein atau polisarida, tetapi dapat juga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil dipasangkan dengan protein pembawa. Anti gen ini dibagi menjadi anti gen A dan anti gen B. dimana anti gen A hanya terdapat dan dihasilkan pada seseorang bergolongan darah A dan O, sedangkan anti gen B hanya terdapat pada seseorang bergolongan darah B dan O. Serum adalah zat anti yang disebut sebagai antibodi atau agglutinin yang dihasilkan di dalam sel darahnya, sehingga yang disebut dengan anti serum adalah zat anti atau agglutinin yang tidak dihasilkan seseorang di dalam sel darahnya.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan sistem ABO, darah terbagi atas empat golongan, yaitu golongan darah A, B, AB, dan O.]

2. Golongan darah A, B, AB, dominan terhadap O. Golongan darah O muncul dalam keadaan resesif.

3. Golongan darah disebabkan oleh alel ganda.

4. Pengetahuan tentang golongan darah sangat penting untuk kebutuhan transfusi darah.

5. Golongan darah A mengandung antigen a dan zat anti B, golongan darah B mengandung antigen b dan zat anti A, golongan darah AB mengandung zat anti A + B dan golongan darah O mengandung antigen a maupun b.

5.2 Saran

Dalam hal ini, peranan asisten sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan tentang golongan darah terutama menyangkut antigen dan zat anti yang terkandung di dalam darah, karena kebanyakan praktikan mengalami kesulitan dalam membedakan antara golongan darah yang satu dengan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. 1997. Biologi Cetakan KeTiga. Yudistira. Jakarta.

Foster, B. 2002. Buku Pelajaran Siap SPMB IPA. Ganesha Operation. Bandung.

Kimball, J. W. 1990. Biologi Jilid 1, 2, dan 3. Erlangga. Jakarta.

Krisdianto, dan kawan-kawan. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.Banjarbaru.

Poejadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Universitas Indonesia. Yogyakarta.

Subowo. 1992. Histologi Umum. Bumi Aksara. Jakarta.

Suryo. 2001. Genetika Manusia Cetakan Kesembilan. UGM Press. Yogyakarta

RESPIRASI PADA TUMBUHAN

RESPIRASI PADA TUMBUHAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM

OLEH

NAMA : ANNISA SYABATINI

NIM : J1B107032

KELOMPOK : 3

ASISTEN : NONI ARAI SETYORINI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA

BANJARBARU

DESEMBER, 2007

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam beberapa aspek fisiologi tumbuhan berbeda dengan fisiologi hewan atau fisiologi sel. Tumbuhan dan hewan pada dasarnya telah berkembang melalui pola atau kebiasaan yang berbeda. Tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang melalui pola atau kebiasaan yang berbeda. Tumbuhan dapat tumbuh dan berkembang sepanjang hidupnya. Kebanyakan tumbuhan tidak berpindah, memproduksi makanannya sendiri, menggantungkan diri pada apa yang diperolehnya dari lingkungannya sampai batas-batas yang tersedia. Hewan sebagian besar harus bergerak, harus mencari makan, ukuran tubuhnya terbatas pada ukuran tertentu dan harus menjaga integritas mekaniknya untuk hidup dan pertumbuhan.

Suatu ciri hidup yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan hijau adalah kemampuan dalam menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasi dalam tubuh tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya tergolong pada organisme autotrof, yaitu makhluk hidup yang dapat mensintesis sendiri senyawa organik yang dibutuhkannya. Senyawa organik yang baku adalah rantai karbon yang dibentuk oleh tumbuhan hijau dari proses fotosintesis. Fotosintesis atau asimilasi karbon adalah proses pengubahan zat-zat anorganik H2O dan CO2 oleh klorofil menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan cahaya. Proses fotosintesis hanya bisa dilakukan oleh tumbuhan yang mempunyai klorofil. Proses ini hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui perantara pigmen hijau daun yaitu klorofil yang terdapat dalam kloroplas.

Kalau fotosintesis adalah suatu proses penyusunan (anabolisme atau asimilasi) di mana energi diperoleh dari sumber cahaya dan disimpan sebagai zat kimia, maka proses respirasi adalah suatu proses pembongkaran (katabolisme atau disimilasi) dimana energi yang tersimpan dibongkar kembali untuk menyelenggarakan proses–proses kehidupan.

Respirasi merupakan proses oksidasi bahan organik yang terjadi di dalam sel, berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerobik ini diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam proses respirasi secara anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa lain karbondioksida.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan praktikum ini adalah untuk untuk mengukur jumlah CO2 yang dibebaskan selama respirasi dan menghitung respiratory quotient (RQ) nya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan terutama tumbuhan tingkat tinggi, untuk memperoleh makanan sebagai kebutuhan pokoknya agar tetap bertahan hidup, tumbuhan tersebut harus melakukan suatu proses yang dinamakan proses sintesis karbohidrat yang terjadi di bagian daun satu tumbuhan yang memiliki kloropil, dengan menggunakan cahaya matahari. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tumbuhan untuk proses tersebut. Tanpa adanya cahaya matahari tumbuhan tidak akan mampu melakukan proses fotosintesis, hal ini disebabkan kloropil yang berada di dalam daun tidak dapat menggunakan cahaya matahari karena kloropil hanya akan berfungsi bila ada cahaya matahari (Dwidjoseputro, 1986).

Karbohidrat merupakan senyawa karbon yang terdapat di alam sebagai molekul yang kompleks dan besar. Karbohidrat sangat beraneka ragam contohnya seperti sukrosa, monosakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang paling sederhana. Monosakarida dapat diikat secara bersama-sama untuk membentuk dimer, trimer dan lain-lain. Dimer merupakan gabungan antara dua monosakarida dan trimer terdiri dari tiga monosakarida (Kimball, 2002).

Fotosintesis merupakan proses sintesis senyawa organik (glukosa) dari zat anorganik (CO2 dan H2O) dengan bantuan energi cahaya matahari. Dalam proses ini energi radiasi diubah menjadi energi kimia dalam bentuk ATP dan NADPH + H yang selanjutnya akan digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi glukosa. Maka persamaan reaksinya dapat dituliskan :

Kloropil

6CO2 + 6H2O C6H12O6 + 6O2 + Energi

Sinar matahari

Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol Co2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Persamaan reaksi kimia respirasi merupakan kebalikan dari reaksi kimia fotosintesis (Syamsuri, 2000).

Perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan biasa dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).

Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang disebut respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).

Bahan organik yang dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:

C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + Energi

Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol Co2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 5 Desember 2007 pukul 08.00–11.00, bertempat di Laboratorium Dasar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah respirometer ganong dan statif, corong gelas dan penunjuk waktu.

Bahan-bahan yang diperlukan adalah kecambah kacang hijau (segar), larutan KOH 10 %, akuades dan vaselin.

3.3 Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan, menimbang 10 gram kecambah kacang hijau.

2. Memasukkan akuades ke dalam pipa respirometer dan memasukkan kecambah (No.1) ke dalam tabung respirometer dan memutar kedua sumbunya sampai kedua lubang berhadapan.

3. Mengatur permukaan air dalam pipa pada skala 20 dengan jalan menaikkan dan menurunkan pipa.

4. Mengoleskan sumbat dengan vaselin, kemudian putar sehingga udara di dalam tabung respirometer terpisah dari udara luar. Membiarkan selama 30 menit.

5. Mengamati perubahan permukaan air di dalam pipa. Jika permukaan airnya turun maka nilainya positif dan jika permukaan air naik maka nilainya negatif.

6. Mengulangi kegiatan 1-5 dengan menggunakan KOH 10 %.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel hasil respirasi pada tumbuhan

No.

Perlakuan

Respiratory Quotient

1.

KOH

200

2.

Akuades

160

4.2 Pembahasan

Pada praktikum ini kita telah mengamati proses respirasi pada kecambah kacang hijau. Alasan mengapa bahan yang digunakan adalah kecambah kacang hijau, karena tumbuhan ini merupakan suatu organisme yang walaupun ia masih belum berkembang dengan sempurna tetapi sudah bisa melakukan pernapasan, hal ini terbukti dari hasil percobaan yang telah diamati dimana kecambah kacang hijau sebagai bahan percobaan mampu melakukan respirasi.

Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi yang dilakukan dengan melibatkan gas oksigen (O2) sebagai bahan yang diserap/diperlukan dan menghasilkan gas karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi.

Pada dasarnya, proses respirasi bertujuan untuk mendapatkan energi yang digunakan dalam metabolisme dan proses pertumbuhan serta perkembangan untuk menjadi sebuah tanaman dewasa. Semakin besar suatu tanaman, maka makin besar pula kebutuhannya akan energi sehingga dalam respirasinya memerlukan oksigen yang banyak pula.

Pada pengamatan ini digunakan alat yang disebut respirometer, alat ini berfungsi untuk mengukur jumlah oksigen yang diperlukan dalam respirasi. Di dalam tabung respirometer diletakkan kapas yang sudah dibasahi larutan KOH 10% dan ada juga yang dibasahi dengan aquadest di bawah kecambah kacang hijau. Kapas yang sudah dibasahi larutan KOH 10% ini akan mengikat oksigen yang ada di dalam tabung respirometer, sehingga di dalam tabung respirometer terjadi perebutan oksigen antara larutan KOH 10% dengan kecambah kacang hijau. Kecambah kacang hijau tidak bisa mengikat oksigen yang dibebaskan oleh larutan KOH 10% karena yang diperlukan kecambah kacang hijau adalah oksigen bebas, bukan oksigen yang terikat sehingga lama-kelamaan oksigen yang ada di dalam tabung respirometer habis dan akhirnya oksigen dari luar akan tertarik masuk ke dalam tabung respirometer melalui selang karet. Masuknya oksigen dari luar ini ditandai dengan naiknya larutan eosin yang dimasukkan dalam pipa kaca.

Praktikum kali ini mengamati respirasi yang terjadi pada kecambah kacang hijau segar, yang dilakukan sebanyak dua kali dengan memberi perlakuan yang berbeda. Pada perlakuan yang pertama, kapas dibasahi dengan larutan KOH 10%. Sedangkan pada perlakuan kedua, kapas dibasahi dengan akuades. Pada kapas yang dibasahi dengan akuades, terlihat permukaan air pada alat respirometer ganong menjadi turun maka nilainya positif karena adanya O2 yang merupakan penguraian dari H2O selain H2, yang membantu kecambah dalam respirasi. Dan pada perlakuan kedua, permukaan air pada respirometer ganong menjadi naik berarti nilainya negatif karena terdapat KOH yang apabila bereaksi dengan CO2 akan menghambat respirasi pada kecambah. Hal ini dapat terjadi karena KOH lebih bersifat basa jika dibandingkan dengan aquades.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi suatu organisme antara lain: umur/usia organisme tersebut, bobot dari kegiatan yang dilakukan, ukuran organisme itu sendiri, keadaan lingkungan sekitar, serta cahaya juga mempengaruhi rata-rata pernapasan. Untuk mengetahui bahwa kecambah kacang hijau melakukan respirasi atau tidak, maka kita dapat mengamati tabung respirometer. Jika kecambah kacang hijau dalam tabung berespirasi maka kita akan menemukan uap air yang menempel dalam tabung respirometer, tetapi jika tidak ada uap air itu artinya kecambah kacang hijau tidak berespirasi. Adanya uap air dijadikan indikator respirasi karena dalam proses respirasi akan dilepaskan karbon dioksida dan uap air. Dalam pengamatan ini kita harus teliti dalam mengoleskan vaselin pada sumbat, jangan sampai ada rongga udara yang masih terbuka karena hal ini bisa mengganggu pengamatan.

Respirasi aerob pada pengukuran respirasi kecambah berarti diperlukan oksigen dan dihasilkan karbodioksida serta energi. Sedangkan respirasi anaerob berarti respirasi dengan kadar oksigen yang kurang atau tidak dan dihasilkan senyawa selain karbodioksida seperti alkohol, asetildehida atau asam asetat dengan sedikit energi. Adapun persamaan reaksi dari respirasi + KOH adalah :

C6H12O6 + KOH 2C2H5OH + 2CO2 + K + Energi

Respirasi aerob pada pengukuran respirasi kecambah berarti diperlukan oksigen dan dihasilkan karbodioksida serta energi. Sedangkan respirasi anaerob berarti respirasi dengan kadar oksigen yang kurang atau tidak dan dihasilkan senyawa selain karbodioksida seperti alkohol, asetildehida atau asam asetat dengan sedikit energi. Laju respirasi dapat diketahui dari waktu yang digunakan kecambah kacang hijau untuk menarik eosin, sedangkan banyaknya oksigen yang diperlukan selama proses respirasi dapat diketahui dari sejauh mana eosin naik. Kecambah kacang hijau menarik eosin dalam dua tahap. Tahap pertama adalah kenaikan eosin secara lambat. Kenaikan ini terjadi, sejauh 200 pada skala respirometer dengan menggunakan akuades. Sedangkan pada tahap kedua, yaitu tahap kenaikan 160 pada skala respirometer dengan menggunakan KOH 10 %.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:

1. Pada peristiwa respirasi menghasilkan karbondioksida, air, dan sejumlah energi.

2. Pada respirasi kecambah bernilai positif dengan akuades 160 sedangkan dengan KOH bernilai negatif 200.

5.2 Saran

Percobaan seperti ini memerlukan pengamatan yang harus benar-benar diperhatikan, terlebih lagi saat memperhatikan gelembung udara yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Agar proses pembuktian adanya karbohidrat pada daun yang melakukan fotosintesis

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. 1986. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Kimball, J.W. 2002. Fisiologi Tumbuhan. Erlangga. Jakarta.

Krisdianto, dan kawan-kawan. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. FMIPA Universitas Lambung Mangkurat.Banjarbaru.

Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. PT Gramedia. Jakarta.

Simbolon, Hubu dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta.

Syamsuri. I. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta